Pemimpin Rohingya Kecam Kudeta di Myanmar, Sebut Militer 'Membunuh Demokrasi'
ERA.id - Komunitas Rohingya mengecam aksi kudeta pihak militer terhadap pemerintahan sah Myanmar, seperti dikatakan Dil Mohammed, pemimpin komunitas tersebut.
"Kami, komunitas Rohingya mengecam keras upaya busuk yang ingin membunuh demokrasi ini," kata Dil Mohammed kepada agen berita Reuters.
"Kami mendesak komunitas global untuk bersikap dan sebisa mungkin mengembalikan kedudukan demokrasi."
Rohingya merupakan sebuah kelompok etnis minoritas Indo-Aryan yang umumnya tinggal di negara bagian Rakhine, Myanmar. Sebelum mengalami pengusiran di tahun 2017, diperkirakan ada 1,4 juta warga etnis Rohingya di Myanmar.
Sejak 2016, dipicu tegangan antara komunitas Buddha dan Islam, juga sejumlah letupan konflik bersenjata oleh Arakan Rohingya Salvation Army, etnis Rohingya menjadi obyek penindasan oleh militer dan kepolisian Myanmar hingga kini.
Sikapi dengan Sanksi
Sementara itu, desakan penerapan sanksi ekonomi terhadap Myanmar disuarakan oleh Direktur Advokasi Asia untuk Human Rights Watch, John Sifton.
Menulis via Twitter, Sifton mendesak AS dan negara-negara lain agar menekan kepemimpinan militer di Myanmar lewat sanksi.
"Junta militer yang memerintah Myanmar selama puluhan tahun tak pernah meninggalkan posisi mereka... Mereka tak pernah mau diperintah oleh hukum sipil. Jadi, peristiwa hari ini hanyalah menguak realitas politik yang selama ini terjadi," tulis dia di Twitter.
Pihak militer sejak Senin dini hari dikabarkan telah melakukan sejumlah penangkapan terhadap pejabat pemerintahan sah Myanmar, dalam suatu rangkaian aksi kudeta. Kanselir Myanmar Aung San Suu Kyi dan pimpinan partai demokratis termasuk yang telah ditahan oleh junta militer.
Melansir Al Jazeera, kanal televisi militer menyatakan bahwa pemerintahan Myanmar akan diambil alih oleh Jenderal Senior Min Aung Hlaing.
Militer melakukan penahanan dan aksi kudeta itu atas dasar dugaan "kecurangan" selama pemilu pada November lalu.