Donald Trump Digugat Anggota Parlemen AS, Kenapa?
ERA.id - Donald Trump dan pengacara pribadinya, Rudy Giuliani, dituduh berkonspirasi untuk menghasilkan kerusuhan di dalam gedung US Capitol. Pemufakatan ini dianggap telah melanggar undang-undang anti-supremasi ras bernama Ku Klux Klan Act.
Gugatan hukum terhadap Trump dilayangkan pada Selasa, (17/2/2021) oleh anggota parlemen dari Partai Demokrat, Bennie Thompson, dan organisasi advokasi hak sipil the National Associattion for the Advancement of Colored People (NAACP).
Gugatan ini muncul tiga hari setelah Trump dinyatakan bebas dari pemakzulan oleh Senat Amerika Serikat. Setelah sidang tersebut, pimpinan faksi minoritas Senat, Mitch McConnell, menyatakan bahwa presiden AS "tidak kebal" dari upaya hukum sipil dan kriminal.
Dilansir dari The Guardian, gugatan hukum tersebut mengatakan bahwa Trump, Giuliani, dan kelompok militan ekstremis kulit putih Proud Boys serta Oath Keepers bermufakat untuk melaksanakan serangan ke gedung Capitol dengan tujuan mencegah proses sertifikasi kemenangan Joe Biden dalam pemilu AS.
Gugatan itu berargumen bahwa aktivitas Trump dan kawan-kawan melanggar klausul undang-undang Ku Klux Klan Act yang diresmikan tahun 1871 untuk merespon kekerasan dn intimidasi kelompok Klan terhadap anggota Kongres AS kulit hitam.
Joseph Sellers, yang bekerja untuk firma hukum Cohen Milstein dan mengajukan gugatan atas nama Thompson, kepada kantor berita Associated Press mengatakan dugaan kejahatan oleh Trump dan kawan-kawannya "mengingatkan kembali kenapa undang-undang ini dibuat setelah era perang sipil."
Thompson, yang harus diungsikan ke gedung perkantoran parlemen ketika kerusuhan 6 Januari terjadi, menyatakan bahwa Trump "dengan senang" mendukung para perusuh memasuki gedung Capitol.
"Meski mayoritas anggota Partai Republik di Senat meninggalkan tanggung jawab mereka dalam mengawasi sang presiden, kita tetap harus menyeret dia (Trump) ke meja hukum terkait kerusuhan yang telah ia persiapkan," kata Thompson.
"Kegagalan melakukan hal tersebut hanya akan mengundang gaya otoriter dari para pasukan anti-demokrasi dari sayap kanan yang sangat bernafsu merusak negara ini."
Dokumen gugatan Thompson dan koleganya juga memaparkan argumen bahwa Trump dan Giuliani berusaha mendiskreditkan pemilu AS, meski tak satupun argumen mereka diterima oleh pengadilan. Trump juga dituduh "mendukung, dan bukannya menenangkan" ancaman kejahatan dari para pendukungnya di hari-hari menjelang penyerangan gedung US Capitol.
Presiden AS umumnya memiliki kekebalan terhadap tindakan yang dilakukan semasa menjabat. Namun, gugatan kali ini terfokus pada keputusan pribadi Trump, alih-alih atas perannya sebagai presiden.
Meski tak memaparkan hukuman atau kompensasi yang dicari, gugatan itu meyakini bahwa perilakunya kala itu tak sesuai dengan seluruh tanggung jawab yang ia emban sebagai presiden.