Penyebab Pemerintah dan DPR 'Ngebet' Revisi UU ITE
ERA.id - Sekitar 754 perkara terjadi di Indonesia karena pasal karet dalam Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sepanjang 2016-2020, menurut kajian lembaga reformasi hukum.
Atas dasar itu, Presiden Jokowi dan DPR didesak mencabut semua pasal karet dalam UU ITE yang kerap kali menjadi alat mengkriminalisasi ekspresi dan pendapat masyarakat.
Anggota Komisi III DPR Jazilul Fawaid mengutarakan pendapatnya soal Revisi UU ITE. Menurutnya Undang-Undang ini justru memberikan pengekangan kebebasan berekspresi masyarakat serta pemidanaan kepada mereka yang aktif di dunia elektronik sehingga pemerintah dianggap melakukan pengendalian informasi.
“Presiden membutuhkan atau mengusulkan UU ITE direvisi. Kami sepakat itu karena undang-undang ini sejatinya lebih pada titik dekatnya itu pada transaksi elektronik tapi yang muncul Justru lebih banyak pada pemidanaan,” ujarnya dalam diskusi daring Sesi Tanya Jawab Cak Ulung, Kamis, (18/2/2021).
Jazilul Fawaid juga mengatakan bahwa UU ITE ini harus memperhatikan kesejahteraan masyarakat serta haknya untuk mendapat keadilan.
“Pemerintah harus memperhatikan norma konstitusi kita Pancasila dan undang-undang dasar dan keadilan sosial dan jaminan kepada warga negara untuk menyampaikan pendapat,” tambah politisi yang karib disapa Gus Jazil ini.
Namun, pengajuan revisi UU ITE ini belum masuk dalam Prolegnas 2021. Jazilul Fawaid mengatakan bahwa karena desakan situasi seperti saling lapor melapor dan penggunaan UU ITE yang dianggap diskriminatif atas dasar itu pemerintah ingin merevisinya.
“Nah nanti tinggal serahkan saja draft revisi UU ITE ini kepada DPR. Saya yakin teman teman dari semua fraksi akan setuju dengan pengajuan revisi ini,” ujarnya lagi.