Google Pecat Pendiri dan Kepala Departemen AI, Ada Apa Ya?
ERA.id - Google kembali memecat seorang staf peneliti pada Jumat, (19/2/2021), memperburuk kondisi internal perusahaan yang terusik isu kebebasan akademis pascadipecatnya seorang peneliti etika teknologi kecerdasan buatan (AI) Timnit Gebru pada Desember lalu.
Dilansir Reuters, Google merilis pernyataan bahwa staf peneliti Margaret Mitchell melanggar aturan perusahaan karena memindah data elektronik ke luar jaringan.
Mitchell adalah peneliti yang ikut menulis sebuah makalah yang menyebut teknologi AI yang meniru sistem bahasa bisa berdampak buruk bagi kaum warga marjinal. Ditulis bersama peneliti Google lainnya, termasuk Timnit Gehru, makalah tersebut mengajukan isu etika di balik bias teknologi AI dan sistem analisa wajah.
Google pada akhirnya melarang makalah ini dipublikasikan, keputusan yang coba dipertanyakan oleh Gehru dan berakibat pada pemecatan dirinya pada Desember lalu. Pemecatan ini memicu demonstrasi oleh ribuan karyawan Google.
Gehru dan Mitchell kala itu mengajukan kekhawatiran bahwa Google mulai menyensor sejumlah makalah yang bersikap kritis terhadap perusahaan teknologi IT tersebut.
Keduanya merupakan pemimpin divisi etika AI di Google selama dua tahun terakhir.
Mitchell mengonfirmasi pemecatan dirinya via Twitter, namun, masih belum bisa dimintai komentar, demikian lapor Reuters.
Direktur riset AI Google Zoubin Ghahramani dan pengacara perusahaan kabarnya menginformasikan pemecatan Mitchell ke timnya pada Jumat. Sumber Reuters mengaku tidak mendapat lebih banyak penjelasan tentang situasi terkait. Google pun menolak memberikan komentar.
Google sendiri menyebut pemecatan Mitchell dilakukan atas rekomendasi para investigator dan komite peninjau. Rekomendasi tersebut menyebut pelanggaran Mitchell "mencakup pemindahan dokumen rahasia bisnis dan data pribadi ke karyawan lain".
Sementara itu, karyawan Google Alex Hanna menulis di Twitter bahwa Google saat ini melakukan "kampanye untuk mendiskreditkan" Mitchell dan Gebru.
Google selama ini telah merekrut peneliti kawakan dan menjanjikan kebebasan akademis. Namun, situasi terkini disebut-sebut makin pelik setelah para peneliti makin sering mengungkap efek negatif dari teknologi dan menawarkan perspektif yang kurang menjual bagi produk perusahaan mereka sendiri.
Pada Desember Reuters mengabarkan bahwa Google membuat sebuah proses tinjauan khusus terhadap makalah-makalah terkait industri minyak bumi dan sistem rekomendasi konten sehingga perusahaan tersebut tidak terjerat ke dalam masalah hukum.
Mitchell telah menyatakan kebijakan semacam ini mengkhawatirkan dan bisa berujung pada aksi penyensoran.