ERA.id - Aktivis oposisi junta militer Myanmar mengundang warga untuk mengikuti aksi unjuk rasa besar-besaran pada Rabu, (17/2/2021), sebagai bentuk penolakan atas ucapan pimpinan junta militer yang mengatakan kudeta kepemimpinan Aung San Suu Kyi pada 1 Februari didukung oleh rakyat Myanmar.
Berdasarkan laporan Reuters, Tatmadaw, sebutan junta militer Myanmar, dalam konferensi pers pada Selasa juga menjanjikan pemilihan umum yang adil dan bakal menyerahkan kekuasaan kepada pemenang pemilu. Hal ini juga dihadapi dengan skeptis oleh para aktivis, menyusul perpanjangan masa tahanan bagi Suu Kyi pada Senin.
Suu Kyi, seorang penerima Nobel Perdamaian, telah ditahan sejak 1 Februari. Kini ia menghadapi tuduhan telah melanggar Undang-Undang Manajemen Bencana Alam dan sejumlah dakwaan karena telah mengimpor 6 alat walkie-talkie secara ilegal.
"Mari, berjuta-juta dari kita berkumpul untuk mencopot para diktator," kata aktivis Khin Sandar melalui sebuah posting di Facebook.
Kyi Toe, seorang anggota senior dari Partai National League for Democracy (NLD) pimpinan Suu Kyi, juga mengatakan, "Mari berarak secara besar-besaran. Mari kita tunjukkan tenaga kita melawan pemerintahan kudeta yang telah menghancurkan masa depan kaum muda, masa depan negara ini."
Demonstrators have blocked a bridge leading into and out of North Okkalapa Township, and marchers from Myaynigone are on their way to meet already-large crowds downtown. Read more: https://t.co/BAv1mTnQpr #WhatsHappeningInMyanmar pic.twitter.com/8LqRipTi3m
— Frontier Myanmar (@FrontierMM) February 17, 2021
Demonstrasi besar-besaran di Myanmar telah terjadi sejak 6 Februari dengan jumlah massa mencapai ratusan ribu orang.
Penggulingan kekuasaan oleh junta militer juga mengundang reaksi keras dari pemerintahan Barat. Washington dan London telah menyatakan ketidaksetujuan mereka terhadap pembaruan tuduhan terhadap Suu Kyi. Beijing, meski bersikap lunak, pada Selasa menepis tudingan telah membantu terjadinya kudeta.
Pengamat Khusus PBB Tom Andrews mengaku khawatir akan timbulnya aksi represif terhadap pengunjuk rasa. Ia mendesak negara-negara yang punya posisi tawar terhadap jenderal junta Myanmar untuk menekan pemerintahan kudeta.
"Penindasan yang berlarut-larut terhadap kebebasan mendasar rakyat Myanmar, dan hak asasi mereka, harus segera dihentikan," sebut Andrews dalam sebuah pernyataan.
Ratusan orang kabarnya telah dijemput paksa oleh pihak militer sejak awal kudeta. Mereka yang ditangkap, berjumlah lebih dari 450 orang menurut Assistance Association for Political Prisoners, mencakup para aktivis dan petinggi senior partai NLD.
Sementara itu pada malam hari koneksi internet sengaja dimatikan, membuat suasa makin mencekam, seperti dilaporkan Reuters.
Pihak militer menyatakan mengambil alih pemerintahan akibat dugaan kecurangan dalam pemilu 8 November lalu. Junta militer juga mengatakan bahwa deklarasi situasi gawat darurat sudah sesuai dengan konstitusi yang membawa Myanmar pada sistem demokrasi.
"Tujuan kami adalah mengadakan pemilu dan memberikan kekuasaan pada partai pemenang," kata Brigadir Jenderal Zaw Min Tun, juru bicara konsul pemerintah dalam konferenisi pers pertama mereka setelah menggulingkan pemerintahan Suu Kyi.
Meski tak memberi periode waktu yang jelas, Min Tun menyatakan bahwa junta militer tak akan berkuasa dalam waktu terlalu lama.
Kepemimpinan militer di Myanmar sendiri sempat berlangsung selama hampir 50 tahun dan baru berakhir pada tahun 2011.