Mengenal Mullah Ghani Baradar, Memahami Taliban

ERA.id - Mullah Ghani Baradar selalu dikaitkan dengan kelompok milisi Taliban, sejak pembentukannya tahun 1994 hingga hari ini ketika kelompok itu berhasil mengambil alih istana presiden Afghanistan di Kabul.

Ia berulang kali ditangkap, oleh pasukan Afghanistan dan Pakistan dengan bantuan Agen Intelijen Pusat (CIA) AS, karena dipandang mendalangi sejumlah serangan mematikan di negeri Timur Tengah itu sejak 2001.

Namun, di balik sepak terjang militernya, ia dipandang sebagai 'jalan tengah' menuju perdamaian di Afghanistan.

Si Tangan Kanan Komandan

Mullah Ghani adalah satu dari empat pendiri gerakan Taliban di Afghanistan pada tahun 1994. Ia merupakan tangan kanan komandan Taliban yang terdahulu, Mullah Mohammed Omar, hingga mendapat sebutan 'Baradar' (brother) berkat seluruh perannya.

Hubungan antara Ghani Baradar dan Mohammed Omar sangat kuat dari berbagai elemen, melansir BBC. Seorang pejabat Afghanistan menyebut Ghani memperistri adik perempuan Omar. Di Taliban, Ghani juga mengelola seluruh keuangan kelompok tersebut, sembari memimpin serangan-serangan paling mematikan terhadap pasukan bersenjata Afghanistan.

Menurut Interpol, Mullah Abdul Ghani Baradar lahir di desa Weetmak, Uruzgan, Afghanistan pada 1968. Media Financial Times menyebut Ghani ikut angkat senjata dalam Perang Soviet-Afghan di dekade 1980an di Kandahar dan merupakan anggota mujahidin melawan pemerintahan Afghanistan bentukan Soviet.

Belakangan Mullah Ghani Baradar mengelola sebuah madrasah di Maiwand, Kandahar, bersama Mullah Omar. Dan tahun 1994, mereka berdua mendirikan Taliban di kawasan selatan Afghanistan.

Menyusul perginya Soviet dari Afghanistan, Taliban pun memimpin negeri itu tahun 1996-2001. Mullah Ghani Baradar sempat mengisi sejumlah posisi pemerintahan di masa ini. Berdasarkan dokumen Departemen Negara AS, ia merupakan eks Wakil Kepala Staf Militer dan Komandan Korps Militer Pusat di Kabul. Interpol menyebut Ghani memegang posisi Menteri Pertahanan.

>

Mullah Ghani Baradar: Teman atau Lawan?

Menyusul invasi Amerika Serikat di Afghanistan, pimpinan pucuk Taliban dicopot. Pertahanan kelompok milisi ini juga rontok menghadapi pasukan Aliansi Utara yang disokong AS. Pimpinan Taliban - mulai dari Mullah Ghani Baradar hingga Mullah Muhammed Omar - harus bersembunyi dari pasukan pemerintah. Media Newsweek menyebut Ghani "naik ke atas motor dan memboncengkan teman lamanya (Omar) ke tempat aman di pegunungan".

Ada cerita bahwa pasukan Afghan, dibantu AS, berhasil menangkap Mullah Ghani dan figur Taliban lainnya pada November tahun itu. Namun, pihak intelijen Pakistan berhasil membantu pembebasan orang-orang ini.

Pada Desember 2001, lewat Kesepakatan Bonn, pemerintahan Afghanistan yang baru dibentuk, dan Ghani semakin tersudut karena Taliban kini tak hanya menghadapi pasukan pemerintah tapi juga aliansi internasional. Sementara sejumlah komandan Taliban tewas satu per satu, Ghani memilih untuk pergi ke Pakistan dan mengomandani 'gerilya' Taliban dari situ.

Meski aktivitas militernya - ia  kelak memimpin Quetta Shura dan menjadi pimpinan de-facto Taliban - ia disebut sebagai figur yang mengutamakan mufakat. Pria yang karakternya kerap dideskripsikan sebagai sosok "kepala suku Pashtun gaya lama" ini, melansir Newsweek, disebut memegang peran dalam memulai dialog damai pada 2004 dan 2009.

Saat ditanya Newsweek soal apa yang diperlukan agar tercipta kesepakatan damai, Mullah Ghani Baradar pada Juli 2009 menjawab, "Kondisi mendasarnya adalah penarikan seluruh pasukan asing dari Afghanistan."

Mullah Ghani Baradar (kanan) dan wakil AS Zalmay Khalizad menandatangani Kesepakatan Penciptaan Damai di Afghanistan di Doha, (29/2/2020). (Foto: Wikimedia Commons)

'Kabul Has Fallen'

Keinginan Mullah Ghani Baradar mulai terwujud ketika pada Rabu, 14 April 2021, Presiden AS Joe Biden mengumumkan akan benar-benar menarik seluruh pasukan militer negerinya dari Afghanistan. Dengan itu, pasukan asing di bawah kendali Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) juga akan menarik diri.

Sejak itu, momentum beralih ke Taliban. Dalam waktu relatif singkat dan bahkan di luar dugaan, pasukan Taliban berhasil merebut ibu kota provinsi bahkan tanpa adanya perlawanan dari pasukan pemerintah, melansir Reuters, ((13/8/2021).

Pada Jumat lalu, milisi Taliban berhasil menguasai kota Kandahar dan Herat, dua kota terbesar kedua dan ketiga di Afghanistan. Dan masyarakat makin was-was bahwa berikutnya giliran ibu kota Kabul yang jatuh ke tangan para milisi.

Beberapa gerilyawan Taliban berada di dalam istana presiden Afghanistan di ibu kota Kabul. (Foto: Zabi Karim/Associated Press)

Pada Minggu, (15/8/2021), Taliban akhirnya benar-benar masuk dan mengontrol ibu kota Kabul. Berdasarkan siaran Al Jazeera, juru bicara Taliban Mohammad Naeem menyatakan perang di Afghanistan telah berakhir.

"Kami memastikan pada setiap orang bahwa kami memberikan keamanan kepada warga dan misi-misi diplomatik. Kami siap untuk berdialog dengan semua tokoh Afghanistan dan berjanji memberi mereka proteksi yang diperlukan," kata Naeem pada Al Jazeera.

Suhail Shaheen, juru bicara lainnya dari Taliban, mengatakan pada kantor berita Associated Press bahwa kelompok milisi itu bakal mengadakan pembicaraan di hari-hari mendatang soal bagaimana menciptakan "pemerintahan Islami yang terbuka dan inklusif di Afghanistan".

Sejumlah komandan dan gerilyawan Taliban kini telah menempati istana kepresidenan di ibu kota Kabul, seperti diketahui dari siaran Al Jazeera. Kelompok ini juga menyatakan telah menang dalam pertempuran melawan pasukan bersenjata Afghanistan, (15/8/2021).

Presiden Afghanistan Ashraf Ghani kini berada di Tajikistan setelah menyelamatkan diri beberapa jam jelang masuknya pasukan Taliban ke Kabul. Dalam posting Facebook, (15/8/2021), Presiden Ghani mengakui kepergian dirinya untuk "menghindari banjir darah" di negerinya.

Bendera kebangsaan Afghanistan di istana kepresidenan telah diturunkan oleh para milisi.