Golkar Minta Pembahasan RUU TPKS Dilanjutkan Tahun Depan, Ini Pasal Kontroversial yang Dibahas
ERA.id - Anggota Badan Legislasi (Baleg) Fraksi Golkar DPR RI Firman Soebagyo meminta pembahasan dan pengesahaan draf Rancangan Undang-Undang Tindak Pindana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) dilanjutkan pada tahun 2022. Alasannya, karena masa sidang tahun ini akan berahir di pertengahan Desember 2021.
"Dilanjutkan tahun depan lah, ini kan Desember (masa sidang) sudah mau habis, nggak mungkin (masa sidang tahun ini)," kata Firman di Kompleks Parlemen yang dikutip pada Selasa (30/11/2021).
Firman menegaskan, fraksinya meminta Panitia Kerja (Panja) RUU TPKS tak perlu tergesa-gesa membahas dan mengesahkan draf rancangan perundang-undangan tersebut. Sebab beberapa poin dalam draf tersebut memiliki titik singgung yang sangat luas.
Dia mencontohkan poin terkiat medical consent terkait penggunaan alat kontrasepsi. Poin tersebut dinilai sensitif karena adanya sanksi pidana bagi orang yang memaksakan orang lain menggunakan alat kontrasepsi.
"Bagaimana antara suami-istri dan dokter yang menggunakan alat kontrasepsi ini, apakah akan dituntut atau dipenjara? Kemudian bagaimana petugas BKKBN? Ini kan juga diperhitungkan," kata Firman.
Selain itu, dia menyinggung terkiat norma yang mengatur hubungan seks sesama jenis. Firman menilai, dalam poin tersebut ditetapkan adanya sanksi tapi tidak tegas melarang.
Dia menilai, hal ini berpotensi menimbulkan salah tafsir. Oleh karenanya, Fraksi Golkar meminta agar RUU TPKS disempurnakan sebelum drafnya disahkan sebagai RUU usulan inisiatif DPR RI.
"Kemarin ada lagi norma yang mengatur hubungan seks sesama jenis itu dikasih sanksi, tapi tak ada larangan. Nah ini nanti dapat menimbulkan (salah) tafsir, ohh kalau gitu hubungan sesama jenis boleh dong, nah ini undang-undang harus tegas," katanya.
Lebih lanjut, Firman mengakui ada lima fraksi yang meminta pleno pengesahan draf RUU TPKS sebagai usul inisiatif DPR RI ditunda, salah satunya fraksi Golkar.
Fraksi Golkar beralasan karena perlu mendengarkan pendapat tokoh masyarakat dan agama, sehingga proses penyusunannya dilakukan secara hati-hati.
"Sikap kami di DPR, tentunya harus mendengarkan juga aspirasi dari para tokoh, masyarakat, tentunya alim ulama. Tapi kami dari Fraksi Golkar berpandangan RUU TPKS ini menjadi sebuah kebutuhan, namun harus sikap kehati-hatiaan, karena titik singgungnya bisa kemana-mana," tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI tak jadi menggelar pleno menetapkan darf Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) sebagai usulan inisiatif DPR RI. Sebabnya, belum ada suara bulat untuk meneruskan draf RUU TPKS disahkan sebagai usulan inisiatif DPR RI.
Padahal, pleno RUU TPKS rencananya digelar pada 25 November 2021 bertepatan dengan Hari Anti Kekerasan Perempuan.
"Kita agendakan memang 25 November ini pleno di Baleg. Tapi masih sesuai dengan keputusan kemarin, ada beberapa fraksi yang bersurat minta untuk ditunda," kata Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU TPKS Willy Aditya di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (25/11/2021).
Willy mengungkapan, ada dua fraksi yang resmi berkirim surat ke pimpinan Baleg untuk menunda pembahasan RUU TPKS ditunda, yaitu Fraksi Golkar dan PPP. Kedua fraksi tersebut meminta kembali dilakukan pendalaman materi.
"Kalau yang bersurat secara resmi ya Golkar dan PPP, mereka bersurat secara resmi untuk meminta pendalaman penundaan," kata Willy.
Sementara fraksi yang mendukung, sejauh ini baru empat fraksi. Berdasarkan informasi yang dihimpun, keempat fraksi tersebut adalab PDIP, NasDem, PKB, dan Gerindra.