Walikota Tangerang Diminta Cermati Teknologi PLTSa dan Dampak Lingkungan Sebelum Kerjasama Pembangunan
ERA.id - Pembangunan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di Kota Tangerang diminta untuk memperhatikan dampak lingkungan yang akan ditimbulkan. Pasalnya, Pengelolaan Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL) ini sangat beresiko.
Demikian diungkapkan Direktur Eksekutif Kawal Lingkungan Indonesia (Kawali) Puput TD Putra. Dia mengatakan Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang harus mengetahui mesin-mesin yang akan digunakan untuk PSEL.
"Perlu pertimbangan, aspek-aspek tadi aturan, ekonomi, sosial, budaya itu memang harus dipertimbangkan menjadi dasar ya," ujarnya Minggu, (19/12/2021).
Dia mengatakan, apabila PSEL ini dibangun tak profesional maka dampak-dampak yang tak diinginkan dapat terjadi. Seperti kebocoran mesin yang menyebabkan pencemaran lingkungan.
"(Mesin yang bisa) Yang bisa meminimalisir pencemaran, karena bahaya teknologi yang tidak baik akan jadi masalah," kata Puput.
"Dampaknya kan ke lingkungan, ke hirup (asap), reproduksi juga kan bicara dioksi kan bahaya sekali. Belum lagi limbah B3, makanya tadi aspek ekonomi, teknologi aturan, sosial," tambah Puput.
Kemudian, Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL). Kata Puput hal ini juga harus dipertahankan Pemkot Tangerang untuk meminimalisir potensi dampak lingkungan ke depannya.
"Makanya namanya ada kajian lingkungan, AMDAL, itulah yang menjadi patokan potensi ke depan seperti apa," katanya.
Diketahui, poyek PSEL di Kota Tangerang ini masih mengambang pembangunannya. Hal ini disebabkan oleh Walikota Tangerang, Arief Wismansyah yang belum menandatangani kontrak kerja sama dengan PT Oligo Infrastruktur Indonesia (OII) selaku perusahaan pemenang tender pembangunan proyek ini.
Nilai investasi proyek ini mencapai Rp 2,6 Triliun dengan masa kontrak selama 25 tahun. Pasca 25 tahun semua aset PSEL ini akan diserahkan ke Pemkot Tangerang.
Puput mengatakan salah satu contoh negara yang sukses mengembangkan teknologi ini adalah Singapura. Pengelolaan Sampah Menjadi Energi Listrik di Singapura sangat teratur dan minim dampak lingkungan.
"Waktu saya lihat studi banding ke Singapura PLTSa itu besar sudah kayak mal. Memang ditengah pemukiman malah dan tidak ada berdampak dan keluhan, cuma emang mahal. Teknologi di Singapura, itu asapnya enggak keliatan, fiternya mahal sekali," ungkapnya.
Begitu pula PLTSa yang akan dibangun di DKI Jakarta. Puput Mengungkapkan mendukung Megaproyek itu disebabkan teknologi yang digunakan sudah layak. Seperti pembakaran sampah yang diatas 800 derajat Celcius.
"Kalo PLTSa seperti Singapura punya atau di Jakarta, saya lihat profesional dan ramah lingkungan tapi mahal," katanya.
Kata Puput hal itu memang harus datang diperhatikan dan dicermati. Pasalnya ada satu wilayah yang gagal mengembangkan teknologi ini yakni Bekasi. PLTSa Sumur Batu ditolak keras lantas teknologi yang digunakan tak ramah lingkungan.
"Dari pencemaran asapnya, batas ambang bakunya juga tidak sesuai dengan kaidah atau standarisasi kementerian. Kalau kita melihatnya dari sisi teknologinya, kalau teknologi biasa ya seperti tungku bakar gak layak itu di Bekasi," ungkapnya.
Puput mengatakan, Walikota Tangerang Arief Wismansyah juga harus berhati-hati dengan proyek strategis nasional (PSN) ini. Pasalnya, kata dia biasanya proyek seperti ini banyak kepentingan.
"Memang harus di kawal dan cermati. Kalau proyek seperti ini banyak titipan, ini yang akan kemungkinan terjadi. Karena kalo kita bicara sampah pasti kalo kita mau bedah uang semua itu," katanya.
"Dari sampah ekonomisnya , dari transportasi, makannya banyak pro kontra, isu itu banyak menjadi titipan para pihak yang punya kepentingan, pejabat," tambah Puput.