Kadinsos Gowa Sudah Awasi Agen, tapi 'Permainan' Bansos BPNT Masih Terjadi, Salah Siapa?
ERA.id - Kasus Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) di Kabupaten Gowa, Sulsel, semakin memanas. Informasi ini juga telah viral di media sosial. Nama Bupati Gowa Adnan Purichta Ichsan pun banyak disebut netizen.
Ini nyata, sebab sebelumnya, ERA menemukan info bahwa seorang warga di Kecamatan Bontonompo, telah dipaksa oleh salah satu pendamping BPNT, untuk membeli sembako di agen tertentu.
Selain itu, warga tersebut juga dipaksa membeli apel pakai dana BPNT. Padahal, kepada ERA, banyak masyarakat sepertinya, yang ingin membeli buah lain.
Beredar pula kabar kalau ada kolusi dalam kasus ini. ERA menerima info, kalau ada agen yang diduga menjadi teman dekat pejabat di Pemerintahan Kabupaten Gowa.
Merespons itu, Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Gowa, Firdaus tidak paham mengenai sejauh mana kedekatan agen dengan pejabat yang dimaksudkan dalam keterangan warga asal Kecamatan Bontonompo tersebut.
"Tentang agen, saya tidak paham sejauh mana kedekatan agen dengan pejabat. Karena kalau Dinas Sosial tidak bersentuhan langsung dengan agen," beber Firdaus kepada ERA, Jumat (4/3/2022).
Menurutnya, tugas Dinsos Gowa hanya mengawasi agen (Himbara) yang bermasalah. "Sesuai fakta, maka kami akan merekomendasikan ke Himbara untuk evaluasi agennya," tuturnya.
Soal pemaksaan membeli apel pakai duit BPNT, Firdaus menjelaskan bahwa persoalan ini telah berjalan sebelum dirinya dilantik menjadi Kepala Dinas Sosial.
"Hal seperti ini perlu dipertanyakan pada agen dan pemasoknya. Karena, mungkin ada kesepakatan di antara mereka semua, baik pemasok, agen, dan Keluarga Penerima Manfaat (KPM)," jelasnya.
Terpenting, Firdaus bilang, pendamping BPNT tidak boleh memaksa.
"Pendamping BPNT itu adalah Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) yang di SK-kan oleh Dinas Sosial Provinsi Sulsel. Pendamping tidak boleh memaksa, tapi mengedukasi KPM agar bantuan tunai tujuannya adalah program sembako seperti beras, jagung, sagu, telur, ikan, ayam, daging, tempe, tahu, kacang-kacangan, buah-buahan dan sayur-sayuran," kata H. Firdaus.
Lantas bagaimana soal harga yang kelewat tinggi di agen? Seperti nota yang terkesan asal-asalan yang ditemukan ERA, bahwa untuk mendapat 27 biji apel, KPM mesti membayar Rp144 ribu. Apelanya sendiri dipatok Rp48 ribu per buah.
"Soal nilai pun sudah ketentuan dari Kemensos untuk per KPM. Tapi tentang nilai komoditinya, itu adalah nilai dari pemasok dengan agen. Adapun persoalan untungnya, kami tidak sampai ke sàna menghitungnya. Kalau sekiranya sekarang ini ada KPM keberatan dengan nilai komoditi dari agen dianggap tinggi, maka sebaiknya KPM itu lebih baik belanja di warung sembako ataukah di pasar tradisional sepanjang sesuai ketentuan Permensos no 5 tahun 2021, yaitu program sembako," pungkasnya.