Usai Ade Yasin Ditangkap KPK, Bisakah PPP 'Buka Pintu' Gedung DPR di Pemilu Mendatang?
ERA.id - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) terancam tak dibukakan pintu di DPR RI karena tak memenuhi syarat ambang batas parlemen atau "parliamentary threshold" (PT) 4 persen usai kadernya, Ade Yasin ditangkap KPK.
Hal itu disampaikan pengamat politik Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam. Katanya, PPP perlu melakukan konsolidasi di daerah terutama di Jawa Barat, demi mempertahankan perolehan suara pada Pemilu 2024.
Alasannya, Jabar menyumbang 3 dari 19 kursi Fraksi PPP di DPR RI pada Pemilu 2019. “Penetapan tersangka Bupati Bogor Ade Yasin yang juga Ketua DPW PPP Jawa Barat oleh KPK berpotensi berdampak serius pada kekuatan politik PPP pada Pemilu 2024,” kata Umam, beberapa waktu lalu.
Kini perolehan suara PPP pada pemilu 2019 hanya mencapai 4,52 persen atau hanya 0,52 persen lebih besar dari ambang batas (parliamentary threshold/PT) 4 persen.
“Artinya, PPP harus mampu mempertahankan keberadaan jumlah minimal 19 kursi anggota DPR RI atau bahkan meningkatkan agar tidak terdegradasi dari zona politik Senayan,” kata Umam.
Konsolidasi cepat mutlak dilakukan, terutama di kantong-kantong suara PPP di Jawa Barat, karena penangkapan Ade Yasin diyakini berpotensi mengancam keberlanjutan perolehan suara PPP, kata Umam, yang saat ini aktif sebagai Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (IndoStrategic).
“Belajar dari kasus korupsi yang menimpa Ketua Umum PPP Tahun 2019 dan Ketua DPW PPP Jawa Barat Tahun 2022, maka PPP harus bekerja dengan cara yang sangat disiplin dan berhati-hati. Pragmatisme dan kesalahan langkah politik elite dan kadernya berpotensi berdampak serius pada nasib PPP ke depan,” kata Umam.
Bupati Bogor Ade Yasin ditangkap oleh KPK bulan lalu dalam operasi tangkap tangan (OTT) terkait kasus suap yang turut melibatkan pegawai BPK Jawa Barat.
Dalam OTT, KPK mengamankan barang bukti total Rp1,024 miliar yang terdiri atas Rp570 juta tunai dan uang di rekening bank sekitar Rp454 juta.
Ketua KPK Firli Bahuri menyampaikan suap itu diberikan oleh Bupati Bogor kepada pegawai BPK agar laporan keuangan Pemerintah Kabupaten Bogor mendapat predikat/nilai wajar tanpa pengecualian (WTP).