Rekam Polisi Saat Amankan Demonstran Tolak BBM, HP Jurnalis di Aceh Dipukul Hingga Pecah

| 08 Sep 2022 05:41
Rekam Polisi Saat Amankan Demonstran Tolak BBM, HP Jurnalis di Aceh Dipukul Hingga Pecah
Jurnalis Serambi Indonesia, Indra Wijaya. (Ilham/ERA)

ERA.id - Seorang jurnalis Harian Serambi Indonesia, Indra Wijaya mengalami kejadian memilukan saat meliput demo mahasiswa tolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang berlangsung di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Rabu, (7/9/2022).

Adapun kejadian memilukan itu bermula saat Indra merekam suasana massa aksi yang sudah berkumpul di depan Gedung DPRA dengan menggunakan handphone (hp), sekira pukul 13.00 WIB.

Namun berselang beberapa menit kemudian, massa aksi lalu mendobrak pintu gerbang Gedung DPRA setelah hanya diberi kuota yang diperbolehkan masuk 10 orang perwakilan. suasana kemudian memanas setelah petugas menghadang massa aksi yang merangsek masuk ke dalam Gedung DPRA.

Melihat itu, Indra kemudian melangsungkan siaran langsung untuk ditayangkan di facebook Serambi Indonesia. Siaran langsung sempat menyiarkan suasana ricuh kurang lebih 8 menit 50 detik.

Hingga hp yang digunakan Indra untuk siaran langsung dipukul seorang aparat berpakaian preman saat merekam petugas polisi mengamankan sejumlah demonstran. Hp milik Indra kemudian jatuh ke aspal jalan hingga layarnya pecah.

Indra kemudian mengambil hpnya dan menyelamatkan diri. Ketika dilihat, hpnya rusak pada bagian tombol dan papan ketik tidak berjalan normal.

Atas insiden itu, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Banda Aceh mengecam aksi oknum aparat berpakaian preman tersebut.

Ketua AJI Banda Aceh, Juli Amin mengatakan bahwa pengrusakan alat kerja jurnalis merupakan bagian upaya penghalangan kerja jurnalistik sebagaimana diatur dalam Pasal 18 Ayat (1) Undang-undang (UU) Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

“Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000, 00 (lima ratus juta rupiah)," kata Juli.

Juli mendesak pihak kepolisian Polda Aceh segera mengusut tuntas dan menindak tegas oknum aparat berpakaian preman tersebut.

"Meminta Kapolda Aceh dan jajarannya untuk menindak tegas anggotanya yang telah merusak alat kerja jurnalis saat melaksanakan tugas jurnalistiknya," tegasnya.

Dia juga mengimbau agar aparat keamanan bisa memahami dan menghargai kegiatan jurnalistik yang merupakan wujud dari pemenuhan hak masyarakat untuk memperoleh informasi.

"Bila jurnalis di halang-halangi, hal itu berarti menghalangi pula hak masyarakat untuk mendapatkan informasi," pungkasnya.

Rekomendasi