ERA.id - Jauh sebelum ditetapkan tersangka hingga ditahan oleh penyidik Ditreskrimsus Polda Sulawesi Selatan, Ernawati, istri polisi alias ibu Bhayangkari, di Kota Makassar, telah berjuang mencari keadilan atas kematian Kahar, kakak kandungnya.
Ernawati ditetapkan tersangka atas dugaan ujaran kebencian karena membuat konten yang dianggap mendiskreditkan institusi Polri.
Ia mengunggah foto tiga anggota polisi yang bertugas dalam penangkapan kakaknya serta membuat tagar #percumalaporpolisi lewat akun TikToknya.
Ditelusuri lewat akun media sosial lainnya, Ernawati rupanya pernah juga membuat pernyataan terbuka mengenai kejadian yang menimpa kakaknya. Pernyataan yang diunggah lewat akun Facebook, Ernawati Haji Bakkarang Ernawati ditujukan ke Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Dalam unggahan pada 10 November 2021, ia menyertakan keterangan yang diperoleh dari kepolisian, hingga sejumlah dokumentasi foto saat penangkapan kakaknya. Berikut beberapa poin yang dikemas ERA dari akun Facebook Ernawati yang diperbaiki tata bahasanya agar lebih mudah dicerna tanpa mengubah konteksnya.
Rabu 24 Juli 2019, sekitar pukul 07.23 WITA, di Jl Tamangapa Raya, Manggala, Kota Makassar, sekitar 9 polisi mendatangi rumah Kahar. Semuanya tergabung dari Polres Kab Sinjai dengan Resmob Polda Sulsel, yang dipimpin oleh Ipda Sangkala.
Polisi menemui Muliati di sana dan menanyakan keberadaan Ibu Hayati, yang merupakan teman wanita Kahar. Kemudian mengetuk pintu rumah, lalu Hayati membuka pintu itu, dan polisi bertanya, siapa yang ada di dalam kamar? Hayati menjawab, itu adalah teman laki-laki saya.
Polisi menyuruh Hayati membangunkan Kahar. Kahar bangun tanpa busana dan menuju ruang tamu, lalu bertemu polisi. Setelahnya, Kahar disuruh memakai baju seadanya.
Setelah itu, Kahar dipegang oleh polisi, rambutnya dijambak, lehernya dicekik, dan anggota memaki Kahar. Kemudian seorang polisi menanyakan barang barang milik Kahar dan mengambil paksa barang tersebut, seperti cincin emas 10 gram, 7 ponsel berbagai merk, 3 kunci motor, motor N Max cicilan, motor Ninja 250 CC merk Kawasaki lengkap BPKB, motor Mio J cicilan, helm KYT, jam tangan rolex, tas kulit selempang warna coklat yang di dalamnya berisikan dompet lengkap dengan senilai uang pecahan 100 ribu kertas 8 lembar dan lengkap dengan surat penting. Sebahagian dari barang-barang yang diambil.
Setelah itu, seluruh polisi membawa Kahar dalam keadaan tanpa alas kaki dengan tangan terborgol. Dalam keadaan ini, Ernawati tak tahu Kahar dibawa ke mana.
Pada saat digerebek, Ipda Sangkala tidak memperlihatkan Surat Perintah Penggeledahan dan Surat Perintah Penangkapan, tidak mengatakan menjelaskan kepada Hayati, Kahar terlibat kasus apa.
Sekitar pukul 09.15 WITA, Hayati datang ke rumah Erna di Jl. Perdamaian No 84, Kec Makassar, Kota Makassar. Hayati mengaku, Kahar ditangkap oleh Anggota Resmob Polda Sulsel dengan berkata terkait dengan kasus mobil.
Sekitar pukul 13.05 WITA, Erna dan Hayati mengendarai motor mencari tahu keberadaan Kahar dengan mendatangi beberapa kantor polisi yang ada di Kota Makassar, tapi berujung nihil.
Sekitar pukul 14.10 WITA, Erna tiba di Posko Resmob Polda Sulsel yang terletak di Jl. Hertasning dan bertemu dengan salah seorang polisi bernama Aiptu Suta.
Aiptu Suta mengaku bahwa polisi sudah membawa Kahar dan sementara kasusnya sedang dikembangkan. Setelah itu, Erna dan Hayati langsung pulang ke rumah masing masing.
Kahar tewas
Sekitar pukul 15.05 WITA, Erna mendapat kabar bahwa Kahar sudah Meninggal Dunia (MD). Sekitar pukul 16.05 WITAm Erna tiba di RS Bhayangkara dan masuk ke salah satu ruangan, dan bertemu dengan Aipda Asmin yang mewakili pihak RS Bhayangkara.
Aipda Asmin mengatakan, Kahar positif dan meninggal karena narkoba. Keadaan Kahar tidak apa-apa dan mesti cepat dibawa ke rumah duka, jangan sampai bau atau busuk, padahal Erna belum melihat jenazah Kahar.
Setelah itu, polisi bernama Bripka Aris Setia menyodorkan surat keterangan meninggal dunia untuk ditandatangani. Aris bilang Erna, kalau Kahar tak apa-apa. Aris juga sudah membeli sarung. Belakangan diketahui, Hayati yang mengikuti Erna, diberi uang Rp2 juta dalam amplop putih.
Erna bertanya kepada Aris, pukul berapa Kahar meninggal. Aris menjawab, Kahar meninggal pukul 10.00 WITA dan tiba di RS Bhayangkara sudah dalam keadaan tak bernyawa. Aris mengatakan cuma membersihkan luka tembak bagian lutut sebelah kiri sekalian memandikan jenazah Kahar.
Sekitar pukul 17.55 WITA, Erna tiba di rumah duka dan membuka kain penutup jenazah Kahar. Erna kaget, kondisi tubuh Kahar jadi aneh. Bagian belakang kepalanya lembek jika dipegang, jidat ada luka terkena benda tumpul popor senjata, sebelah kanan bagian pundak tergores seperti terkena hantaman balok kayu, ada luka seretan di pipi kanan, lutut jari kaki, jari telunjuk, dan jari jempol kaki kuku pecah ada bekas setrum, hingga kaki penuh dengan luka kecil dan luka besar dengan warna hitam, lebam, dan kebiruan.
Erna mengaku Kahar meninggal tidak wajar, disiksa seperti PKI. Bahkan pada saat jenazah Kahar selesai diurus, darah masih keluar dari lubang hidung, telinga, dan mulut yang kondisi bibir atas bawah pecah dan robek.
Erna bilang, Bripka Aris tidak memberi tahu hasil Visum Et Repertum kepada pihak keluarga atau kepada saya, yang pada saat itu saya berada di RS Bhayangkara, bahkan tanda tangan Erna untuk tidak keberatan penolakan otopsi, dipalsukan.
Pihak RS Bhayangkara yaitu Bripka Aris Setia tidak menyampaikan kepada pihak keluarga korban khususnya Erna selaku adik kandung yang pada saat itu berada di RS Bhayangkara bahwa Kahar meninggal dalam keadaan tidak 'wajar'.
Langkah hukum Erna
Tanggal 16 Agustus 2019, dia menyurat Kapolda Sulsel yang menjabat pada saat itu.
Belakangan dijawab, dan disarankan oleh fungsi RenMin untuk dibawa ke Ka Bag Sidik.
Ada upaya dari pihak Kepolisian Polda Sulsel agar Erna dipertemukan di ruangan fungsi Sidik dengan Ipda Sangkala agar masalah ini diatur secara kekeluargaan, dan mau memberi sejumlah uang, agar Erna tidak keberatan dan mau mencabut laporan, akan tetapi Erna tidak mau dan berharap masalah ini diproses sesuai hukum yang berlaku.
Selang lima bulan berjalan, Polda Sulsel tak merespons kasus ini. 17 Desember 2019, Erna mendatangi Sub Yaduan Bid Propam Polda Sulsel (nomor: STPL /77-B /XII /2019/subbag yaduan) perihal laporan tentang terjadinya peristiwa atau perkara pelanggaran disiplin atau kode Etik Profesi Polri perihal tindakan Ipda Sangkala (Kanit Resmob Polres Sinjai) dibantu tim Resmob Polda Sulsel yang menganiaya Kahar hingga meninggal.
Melaporkan tindak pidana ke SPKT Polda Sulsel dengan nomor: STTLP /54/II/2020 atas nama pelapor Ernawati selaku saudra/adik kandung korban (nomor SKM/24/VII/2019/RUMKIT Bhayangkara Polda Sulsel.
Pada 4 Juni 2020, dilakukan sidang gelar perkara yang dipimpin oleh Akbp Burhan selaku Ka Bag Sidik dan Anggota Penyidik Pembantu menyarankan agar permasalahan ini diatur secara kekeluargaan dan menawarkan sejumlah uang.
Pada 18 Juni 2020, Erna kembali ditelepon Aiptu Asrar untuk datang di ruangan fungsi Sidik/Riksa. Saat bertemu, Asrar bilang ke Erna bahwa dia mewakili Ipda menawarkan sejumlah uang.
Pada 21 Oktober 2020, Erna kembali menyurat perihal: perkembangan perkara Hasil penyidikan (SP2HP) atas Laporan Polisi nomor : STPL/54/II/2020/SPKT tgl 10 Februari.2020 Tembusan kepada :
- Kapolda Sulsel
- Dir Reskrimum Polda Sulsel.
- Ka Bag Sidik Polda Sulsel.
Untuk yang kedua kalinya pada 11 Januari 2021, Erna menyurat perihal: Permintaan hasil Gelar Perkara 4 Juni 2020 terkait kasus pembunuhan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 338 KUHPidana. Sampai kini belum ada jawaban atau tindak lanjut dari pihak Polda Sulsel.
Terakhir, Erna meminta Kapolri untuk menegakkan keadilan dan memproses hukum pelaku. Surat itu ditulis di Makassar pada 8 Februari 2021. Adapun Dirkrimsus Polda Sulsel belum merespons pertanyaan ERA yang ingin tahu lebih jauh soal kasus kematian Kahar.