Berawal dari Loker Online, Begini Kronologis Warga Cimahi Sampai Myanmar dan Dijadikan Scammer Online

| 28 Apr 2023 07:33
Berawal dari Loker Online, Begini Kronologis Warga Cimahi Sampai Myanmar dan Dijadikan Scammer Online
Ayah dari terduga korban TPPO asal Cimahi saat menunjukkan foto anaknya (Reza Deny/Era.id)

ERA.id - Warga Kelurahan Baros, Kecamatan Cimahi Tengah, Kota Cimahi Noviana Indah Susanti (37) diduga menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Myanmar. Dia dijadikan scammer atau penipu online.

Kronologi korban bisa sampai Myanmar diungkap kerabatnya bernama Rosi. Dia mengatakan awalnya Noviana tertipu lowongan kerja online, kemudian mendaftar karena syarat yang mudah dan gaji yang menggiurkan.

"Pertama dapat info lalu isi formulir, wawancara kerja yang mungkin fiktif. Kemudian bertemu agen yang mengurus keberangkatan," ungkap Rosi saat dihubungi pada Kamis (27/4/2023).

Dia mengatakan dari proses rekruitmen pekerjaan tersebut cukup janggal sebab dari proses hingga penerimaan cukup singkat. Kemudian agen tersebut hanya menyediakan visa wisata, dan visa kerja dijanjikan baru akan dibuat setelah bekerja di luar negeri.

Namun karena terdesak kebutuhan Noviana pun tetap ikut bersama agen tersebut. Dia dijanjikan gaji belasan hingga puluhan juta setiap bulan dan akan ditempatkan di Thailand. Noviana pun bersama Warga Negara Indonesia (WNI) lainnya berangkat pada Oktober 2022 ke Bangkok, Thailand.

"Sampai di Thailand mereka dijemput naik travel 8 jam ke arah perbatasan. Kemudian mereka nginep di hotel semalam. Besoknya nyebrang sungai naik perahu sederhana, masuk Myanmar dan udah ada penjagaan ketat," beber Rosi.

Setelah menyebrangi sungai, mereka dibawa menggunakan mobil dengan penjagaan ketat yang membuat Noviana merasa semakin aneh. Mereka ternyata sudah berada di Myawaddy, Myanmar.

"Dibawalah ke area yang dikelilingi tembok, gerbang dijaga. Kemudian mereka masih berusaha positif. Setelah itu dikenalkan peekrjaannya ternyata jadi scammer, jadi menipu. Dari situ ternyata pekerjannya nipu dan banyak yang enggak mau," kata Rosi.

Para korban termasuk Novi pun merasa tertipu dan ingin pulang ke Indonesia. Namun perusahaan tersebut membuat aturan yang membuat para pekerja Indoesia semakin terancam.

"Kalau mereka mau pulang barus ditebus sekitar Rp 200 juta per kepala. Itu yang bikin Novi enggak bisa pulang. Agen ngomongnya cuma 6 bulan langsung dipulangin. Kemudian Novi di sana ketemu sama krang Indonesia yang udah lama, ternyata memang perusahaannya enggak bener. Ada yang ngajak mogok kerja tapi risikonya tinggi," ujar Rosi.

Dirinya mengungkapkan, perusahaan yang mempekerjakan Noviana juga sangat kejam. Bukan hanya penyiksaan secara psikis, namun sampai fisik. Rosi mencontohkan, jika target melenceng maka para pekerjanya akan diberikan hukuman.

"Jadi ada penyiksaan dari mulai lari keliling, push up, skot jump, bahkan dipukuli, disetrum hingga dicambuk. Kemudian kemungkinan terburuknya mereka kalau tidak menghasilkan maka akan dijual ke perusahaan lain supaya balik modal," sebut Rosi.

Dia mengatakan, informasi terkait dugaan TPPO itu didapat langsung dari Noviana. Sebab, Noviana ternyata menyembunyikan ponselnya dan jika ada kesempatan selalu berkomunikasi dengan dirinya.

"Nah Novi ini HP nya dia sembunyikan, kan yang lain di sita. Dia minta tolong cerita ke saya ternyata dia kondisinya di sana seperti itu. Dan ini kejahatan yang luar biasa," ujarnya.

Rosi melanjutkan dia bersama pihak keluarga sudah melaporkan kondisi yang dialami Noviana ke Mabes Polri hingga Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) yang didampingi Serikat Buruh Migran Indonesia (SBM). Pihaknya berharap Noviana bersama korban lainnya bisa segera dipulangkan.

Sebelumnya, Noviana bersama belasan WNI lainnya diduga menjadi korban TPPO di Myanmar. Noviana dijanjikan bekerja sebagai costumer service di Thailand. Namun kenyataannya malah dibawa ke Myanmar dan dijadikan scammer online.

Rekomendasi