ERA.id - KPK menelusuri dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat eks Gubernur Maluku Utara (Malut), Abdul Gani Kasuba (AGK) serta perizinan usaha di daerah tersebut.
Informasi ini didalami dengan memeriksa Komisaris PT Fajar Gemilang sekaligus anak Abdul Gani, Muhammad Thariq Kasuba (MTK).
Tim penyidik juga memeriksa dua saksi lainnya bersama Thariq dalam kasus ini pada Jumat (2/8) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
Keduanya adalah Direktur Hilirisasi Minerba BKPM sekaligus Kepala Dinas ESDM Provinsi Maluku Utara 2020-2022 Hasyim, serta seorang wiraswasta bernama Nio Yanthony.
"(Saksi) Hadir semua. Secara umum (didalami) terkait gratifikasi dan TPPU AGK serta perizinan usaha di Maluku Utara," kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika dalam keterangan tertulisnya, Senin (5/8/2024).
Sebelumnya, KPK menetapkan Abdul Ghani Kasuba (AGK) sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pengadaan barang dan jasa serta pemberian izin di lingkungan Pemerintah Provinsi Maluku Utara. Ia ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK beberapa waktu lalu.
KPK kemudian mengembangkan penyidikan kasus korupsi yang menjerat Abdul Gani. Ia pun telah ditetapkan sebagai tersangka kasus TPPU.
Kini, ia telah ditahan bersama lima orang lainnya, yakni Kepala Dinas Perumahan dan Pemukiman Pemprov Maluku Utara Adnan Hasanudin (AH), Kepala Dinas PUPR Pemprov Maluku Daud Ismail (DI), Kepala BPPBJ Pemprov Maluku Utara Ridwan Arsan (RA), ajudan gubernur Ramadhan Ibrahim (RI), dan pihak swasta Stevi Thomas (ST).
KPK juga telah menahan eks Ketua DPD Partai Gerindra Maluku Utara, Muhaimin Syarif. Dia diduga memberikan uang kepada Abdul berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa serta pengurusan perizinan di lingkungan Pemerintah Provinsi Maluku Utara dengan total sebesar Rp7 miliar.
Uang itu diberikan Muhaimin kepada Abdul untuk proyek di Dinas PUPR Provinsi Maluku Utara, pengurusan perizinan IUP Operasi Produksi PT Prisma Utama Di Provinsi Maluku Utara, pengurusan pengusulan penetapan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) ke Kementrian ESDM Republik Indonesia yang ditandatangani Abdul sebanyak 37 perusahaan selama tahun 2021-2023 tanpa melalui prosedur yang sesuai peraturan.