ERA.id - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat (Jabar) kini merespons temuan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengenakan program pendidikan karakter bagi siswa bermasalah ke barak militer dari Gubernur Jabar Dedi Mulyadi.
Setidaknya, ada enam temuan KPAI dalam program tersebut, yaitu,
- ancaman tidak naik kelas;
- sejumlah anak tidak betah sampai ingin keluar;
- proses penentuan siswa nakal;
- 6,7 persen tidak tahu alasan dikirim ke barak;
- pembinaan belum memahami prinsip dasar perlindungan anak;
- dan belum memiliki SOP jaminan kesehatan yang baku.
Temuan ini berdasarkan hasil kunjungan Wakil Ketua KPAI Jasra Putra ke barak militer Resimen 1 Shira Yudha, Kabupaten Purwakarta dan Depo Pendidikan Bela Negara Rindam III Siliwangi, Cikole, Kabupaten Bandung Barat beberapa waktu lalu.
Merespons temuan itu, Sekda Jabar Herman Suryatman mengatakan, hal itu dikarenakan para siswa itu kurang fokus saat diwawancarai oleh KPAI.
"6,7 persen anak-anak yang tidak mengetahui alasan mereka dikirim, wajar. Menurut hemat kami masih dalam batas kewajaran. Mungkin mereka kurang konsentrasi pada saat wawancara," kata Herman, Senin (19/5/2025).
Herman memastikan para siswa yang saat ini mengikuti program pendidikan karakter itu memiliki semangat yang tinggi. Sebab, mayoritas siswa tahu tujuan dari program itu.
"Yang jelas kondisi saat ini, 273 anak-anak sangat bersemangat serta mereka tau dan paham kenapa mereka mengikuti kegiatan pendidikan karakter. Mereka juga paham tujuan dari pendidikan karakter tersebut," ujarnya.
Sementara itu, Gubernur Jabar Dedi Mulyadi juga merespons temuan KPAI melalui akun media sosial. Namun, Dedi Mulyadi tidak menjawab keseluruhan temuan KPAI dan justru berterima kasih atas kritikan itu.
"Saya mengucapkan terima kasih pada KPAI yang terus memberikan kritik terhadap tindakan-tindakan yang kami lakukan. Karena saya meyakini KPAI lebih mumpuni dari sisi kapasitas, kualitas, dan kapabilitas organisasi serta diri yang ada di dalamnya karena memang tugasnya melindungi anak-anak di Indonesia," kata Dedi.
Dedi Mulyadi menilai pelaksanaan program itu didasari oleh rasa kemanusiaan dan tanggung jawab. Sebab, problem anak-anak khususnya para siswa di Jabar begitu kompleks serta para orang tua sudah tidak sanggup menangani.
"Tindakan-tindakan yang kami lakukan itu lebih didorong oleh rasa kemanusiaan dan tanggung jawab, karena begitu kompleksnya problem anak-anak di Jawa Barat dan orang tua tak memiliki kesanggupan lagi untuk menangani. Sehingga, ketika ada kebuntuan, maka saya dan seluruh bupati, wali kota itu harus memberikan jalan, meskipun jalan itu darurat," ujarnya.
Ia menyebut kebijakan program pendidikan karakter ini seperti halnya bencana. Ketika terjadi bencana, ada orang sakit, maka yang menanganinya itu hanya perawat, bukan dokter spesialis.
"Maka perawat itu harus melakukan tindakan. Walaupun dia tidak memiliki spesifikasi di bidang itu karena minimal tindakannya, memberikan rasa lega dan mengobati psikologi orang yang mengalami masalah atau rasa sakit atau musibah. Tapi kalau membiarkannya, kita berdosa, tidak melakukan sesuatu ketika ada peristiwa yang mestinya kita berbuat," ucapnya.
Lebih lanjut, Dedi Mulyadi meminta kepada KPAI untuk ikut serta dalam menangani persoalan yang menimpa anak-anak yang tidak tertangani oleh Pemprov, bupati, dan wali kota se-Jabar.
Sebab, anak-anak yang harus dilindungi itu tidak hanya yang tinggal dan berada di Jakarta, melainkan di seluruh daerah di Indonesia.
"Saya mohon KPAI segera turun ke daerah-daerah, gerakan KPAI daerah-daerahnya untuk memberikan perlindungan, lakukan langkah-langkah untuk melindungi anak-anak kita. Mari kita bergandengan, bekerja sama untuk melindungi anak Indonesia. Anak Indonesia bukan hanya anak yang tinggal di Jakarta tapi di seluruh Indonesia yang perlu dilindungi oleh kita semua," tuturnya.