Bencana Sumatera: Saatnya Bersatu dan Bangkit Menuju Indonesia yang Lebih Tangguh

| 21 Dec 2025 13:47
Bencana Sumatera: Saatnya Bersatu dan Bangkit Menuju Indonesia yang Lebih Tangguh
Warga melintas di dekat mobil warga yang terbawa arus banjir di kawasan Desa Bukit Tempurung, Kota Kuala Simpang, Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh, Rabu (3/12/2025). (Antara)

ERA.id - Bencana banjir bandang dan tanah longsor yang melanda Pulau Sumatera pada akhir November hingga Desember 2025 merupakan salah satu tragedi terbesar dalam sejarah Indonesia modern. Dipicu oleh hujan ekstrem akibat Siklon Tropis Senyar yang langka, bencana ini menghantam provinsi Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat dengan kekuatan dahsyat.

Hingga akhir Desember 2025, data BNPB mencatat lebih dari 1.100 korban jiwa meninggal dunia, ratusan hilang, ribuan luka-luka, serta jutaan warga terdampak dan mengungsi. Infrastruktur hancur: jembatan putus, jalan terisolasi, rumah-rumah tersapu, bahkan beberapa desa lenyap berubah menjadi aliran sungai baru. Kerugian materiil diperkirakan mencapai triliunan rupiah, dengan biaya rekonstruksi yang bisa melebihi Rp50 triliun.

Intensitas hujan yang tinggi memang menjadi pemicu, tetapi kerusakan hutan akibat deforestasi telah memperparah dampaknya secara signifikan. Ketika hutan kehilangan fungsinya sebagai penyangga alam, banjir menjadi ancaman yang sulit dihindari.

Hutan berperan penting dalam menyerap air hujan, menjaga kestabilan tanah, serta mengatur aliran air ke sungai. Namun, alih fungsi hutan menjadi perkebunan skala besar, pertambangan, dan permukiman telah mengurangi daya serap tanah secara drastis. Akibatnya, air hujan langsung mengalir ke permukaan.

Sumatera, salah satu pulau terbesar dan paling strategis di Indonesia, kembali menghadapi ujian berat berupa serangkaian bencana alam—gempa bumi, tsunami, banjir, dan longsor—yang mengakibatkan kerusakan fisik, sosial, dan psikologis dalam skala yang tidak kecil. Setiap kali bencana melanda wilayah ini, kita seakan diingatkan betapa rapuhnya kehidupan manusia di hadapan kekuatan alam. Namun pada saat yang sama, kita juga disuguhkan gambaran mengharukan tentang kekuatan solidaritas masyarakat, semangat gotong royong, dan daya tahan bangsa ini dalam menghadapi ujian.

Melalui opini ini mengajak kita untuk melihat bencana di Sumatera bukan hanya sebagai tragedi, tetapi sebagai momentum penting untuk refleksi nasional: bagaimana kita memandang pembangunan, bagaimana kita menghargai alam, bagaimana kita menghadapi risiko bencana, dan yang paling penting, bagaimana kita bersatu sebagai bangsa dalam menghadapi situasi sulit.

Semangat itu terwujud dalam gelombang solidaritas luar biasa. Gotong royong, DNA bangsa kita, kembali membuktikan kekuatannya. Relawan dari berbagai penjuru negeri berbondong-bondong ke lokasi bencana, membantu evakuasi, membersihkan lumpur, dan mendistribusikan bantuan. TNI-Polri, BNPB, Basarnas, serta ribuan relawan sipil bekerja bahu-membahu, bahkan di wilayah terisolasi yang sulit dijangkau.

Namun, solidaritas tidak boleh berhenti pada simpati dan bantuan sesaat. Bencana seharusnya menjadi momentum refleksi bersama untuk melakukan perubahan mendasar. Indonesia tidak bisa terus berada dalam siklus yang sama: bencana terjadi, bantuan datang, lalu lupa hingga bencana berikutnya kembali terulang. Pola ini hanya akan menguras energi bangsa tanpa menghasilkan ketangguhan yang sesungguhnya.

Pemerintah dan pemangku kepentingan perlu menjadikan bencana di Sumatera sebagai momentum evaluasi. Penguatan sistem peringatan dini, peningkatan edukasi kebencanaan, serta penegakan aturan lingkungan harus menjadi prioritas. Di sisi lain, masyarakat juga perlu dilibatkan secara aktif agar kesiapsiagaan tidak hanya bersifat formal, tetapi benar-benar dipahami dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari

Rakyat dan pemerintah harus bersatu untuk membangun Sumatera yang lebih tangguh,menjaga lingkungan agar tidak semakin rusak,memperkuat sistem mitigasi bencana,membangun kesadaran kolektif bahwa kita semua bertanggung jawab,dan menciptakan masa depan Indonesia yang lebih aman bagi generasi berikutnya.

Pada akhirnya, bencana adalah ujian bagi ketangguhan bangsa. Bukan hanya soal seberapa cepat kita bangkit setelah musibah, tetapi seberapa serius kita belajar untuk mencegah dampak yang lebih besar di masa depan. Dari Sumatera, pesan ini untuk seluruh Indonesia: bersatu, berbenah, dan membangun negeri yang lebih tangguh menghadapi bencana.

Mari kita doakan korban bencana Sumatera, dan mari kita bersatu untuk membangun kembali Sumatera yang lebih baik. Kita bisa melakukannya!

Opini ini ditulis oleh Yulia Rahmawati, Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi, Universitas Paramadina

Tags : bencana alam
Rekomendasi