ERA.id - Sebuah masjid megah pada 2019 silam viral di media sosial karena dianggap berdiri di tengah hutan di Dusun Langkoa, Desa Bontoloe, Kecamatan Bontolempangang, Kabupaten Gowa, Sulsel.
Banyak yang bertanya, siapa yang membangun masjid tersebut dan adakah masyarakat yang akan mendatanginya?
Dilansir Kompas.com, masjid yang tidak memiliki nama itu ternyata tidak berada di tengah hutan seperti yang banyak dikira orang-orang. Masjid itu cuma berada di ujung perkampungan, di kaki Gunung Lompobattang.
Untuk ke sana, makan waktu 3 jam dari Makassar. Jauh memang, apalagi pengendara harus berjibaku melewati perkampungan penduduk dan tebing bekas longsoran yang pernah melanda Gowa.
Banyak rumah penduduk di sekitar masjid itu, namun rumah tersebut akan lenyap dari pandangan jika sudah mendekati rimbunan pohon pinus dekat masjid. Untuk diketahui, menggapai masjid ini, harus memakai kendaraan roda empat.
Kabarnya masjid viral ini dibangun pada Februari 2012, berdasarkan izin mendirikan bangunan (IMB) yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Gowa dengan luas 8x10 meter.
Lantas siapa pemilik masjid? Ternyata, pemiliknya adalah seorang pengusaha asal Makassar yang memiliki banyak usaha dan bisnis di Papua. Saat diwawancara, ia tak ingin identitasnya diketahui.
Ia hanya menyebut dirinya Puang, seperti panggilan masyarakat sekitar kepadanya. Puang mengaku dirinya memiliki kantor pusat di bilangan Jalan KH Wahid Hasyim, Jakarta.
Lahan masjid puang ada 5 hektare dan dibeli pada 2009 silam dari kepala desa kala itu, almarhum Haji Tayang, dan kini telah memiliki sertifikat.
"Lahan ini dulu saya beli dari pemiliknya dan sekarang saya serahkan kepada anak saya termasuk dalam sertifikat atas nama anak saya," kata Puang.
Keramat
Saat awal lahan dibelinya, terdapat sebuah batu raksasa yang sering dikunjungi oleh warga sekitar dan kerap dibawakan sesajen.
Batu itu tampaknya dianggap punya tuah, karena lahan puang sebelum dibanguni masjid, diklaim sebagai lahan keramat.
"Dan suatu saat saya ke Tanah Suci bersama dengan istri, saya berdoa dan meminta petunjuk kepada Allah. Sejak saat itulah ada ide untuk membangun sebuah masjid yang konstruksinya nyaris sama dengan salah satu masjid di timur tengah," ujar dia.
"Jadi masjid terbut berdiri di atas batu yang dikeramatkan oleh warga, dan alhamdulillah perbuatan musyrik warga telah hilang sejak masjid tersebut dibangun," ucap pria ini.
Sedikitnya, itu adalah alasan mengapa ia membangun masjid di daerah yang sulit dijangkau. Meski begitu, kata Puang, selain masjid miliknya yang viral itu, banyak pula masjid lain yang ia bantu renovasi.
"Sebelum saya bangun ini masjid, banyak kok masjid yang saya renovasi di desa. Saya enggan memberikan keterangan lebih detail, jangan sampai saya takabur dan dianggap membeberkan sedekah saya kepada masyarakat," ujar dia.
Akhirnya, Puang menanggap kalau viralnya masjid miliknya membuat ia resah. Ia meminta keberadaan masjid tersebut agar jangan memunculkan polemik.
"Pertama kali saya melihat video viral tersebut, saat itu saya berada di Amerika dan saat itu juga saya langsung kembali ke tanah air. Tempat ini adalah tempat peristirahatan bagi saya sekeluarga. Sebab, jika berada di sini seluruh pikiran tenang dan termasuk penyakit saya hilang," ujar Puang.
Giliran seorang warga dusun yang berbicara soal Puang, menurutnya Puang adalah lelaki dermawan. "Puang (pemilik lahan) itu orangnya baik, dia memang orang kaya tapi baik hati. Kalau beliau datang, beliau pasti sembahyang Jumat di sini (masjid desa). Seluruh jemaah diberi amplop oleh beliau," kata Nurdin, salah satu warga Dusun Langkoa.
Rumah panggung
Selain masjid, berdiri pula tiga rumah panggung berbahan kayu dengan ornamen rumah adat Bugis Makassar di lahan tersebut. Rumah itu digunakan sebagai rumah peristirahat sang pemilik dan pekerja ladang.
Selain pepohonan dan kebun kopi, di dalam lahan itu juga didirikan kandang sapi yang diternak oleh para warga setempat. Jumlah penduduk yang dipekerjakan di lahan itu berjumlah 30 orang.
"Masyarakat di sana justru senang dengan keberadaan masjid tersebut. Sebab pemiliknya mempekerjakan sekitar 30 warga dan itu digaji setiap minggu. Kerjanya hanya membersihkan kebun dan hasil dari kebun itu dinikmati sendiri oleh warga, bukan diambil olah pemilik lahan," kata Muslimin, Camat Bontolempangang.