ERA.id - Dakwaan JPU KPK terkait adanya sebuah kardus berisi uang Rp1 M untuk Nurdin Abdullah (NA) melalui Ajudan Syamsul Bahri, tegas dibantah saksi pemberi.
Saksi tersebut adalah Robert Wijoyo, bahkan setelah disumpah, Robert berulang kali mengulang kesaksiannya.
Robert Wijoyo bercerita bahwa ia pernah menemui Gubernur Sulsel, Nurdin Abdullah di Rumah Jabatan (Rujab) Gubernur.
Pada saat itu, ia berniat memberikan sampel beras khas Kabupaten Luwu yaitu beras Tarone.
Menurut Robert, beras tersebut sangat langka. Sebab memiliki kandungan yang berbeda dengan beras pada umumnya, sehingga harganya cukup mahal.
"Saya mau kasih beras Tarone khas Luwu untuk Pak NA. Bapak bilang titip saja di ajudan (Syamsul Bahri)," ungkap Rober di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Rabu (29/9/20210).
Setelah berbincang dengan NA, Robert mengaku bertemu dengan Syamsul Bahri (SB) di parkiran Rujab. Ia kemudian menyampaikan niatnya untuk menitipkan beras.
"Saya bilang ada mau saya titip ke beliau (SB), besok mau diantar ke mana? Pak Syamsul menjawab di sekitaran perintis saja," kata Robert menirukan perkataan SB waktu itu.
Esoknya, lanjut Robert, ia memerintahkan karyawannya untuk membawa beras ke SB di Jl Perintis. Beras sebanyak 10 kilogram tersebut dimasukkan ke dalam kardus.
"Isinya bukan uang, tapi beras. Intinya saya mau Pak NA coba beras Tarone. Harganya waktu itu Rp15 ribu per kilo. Selain pak NA, tidak ada lagi pejabat di Pemprov Sulsel yang saya kasih," terangnya.
Saat diberi kesempatan untuk berbicara, Nurdin Abdullah (NA) juga membenarkan terkait adanya pemberian beras khas Kabupaten Luwu tersebut.
"Izin meluruskan yang mulia agar pemahaman kita sama. Jadi beras itu diserahkan ke saya dan rasanya lebih enak daripada beras Jepang, sehingga saya sarankan untuk dijadikan verietas unggulan," tegasnya.
NA akronimnya juga membenarkan adanya penyerahan beras sebanyak 10 ton dari Robert Wijoyo sebagai bantuan untuk masyarakat yang terdampak COVID.
"Soal bantuan 10 ton beras oleh pak Robert diserahkan di rujab karena saya selaku ketua satgas. Beras disimpan di Baruga Patingalloang sebagai pusat bantuan covid-19. Selain pak Robert, ada juga yang bulog yang serahkan beras, ada bantuan sembako, gula, dll. Kita tidak gunakan APBD, tetapi sumbangan dari masyarakat," tambahnya.
Terkait kesaksian anak buah Ferry Tanriadi, yakni Yusman Yusuf bahwa dirinya pernah menyerahkan uang sebesar Rp2,2 M kepada ajudan gubernur, Syamsul Bahri. NA lagi-lagi membantah hal tersebut.
"Jujur, kalau pun benar Syamsul Bahri meminta dana operasional ke saudara (Yusman Yusuf) saya ingin sampaikan, Demi Allah saya tidak pernah meminta Syamsul meminta uang itu karena Ferry itu sudah tiga kali mau kasih uang dan saya tolak. Jadi saya bilang, kasih ke masjid saja kalau mau beramal," papar NA.
Penasihat Hukum (PH) NA, Arman Hanis menerangkan bahwa kesaksian Robert sudah sangat jelas. Kardus bukan berisi uang, akan tetapi isinya beras Tarone.
"Sudah dikonfirmasi Pak NA juga sampai beliau jelaskan secara detail tentang beras itu. Sehingga dakwaan jaksa mengenai gratifikasi Rp1 M itu perlu dipertanyakan kembali," jelasnya.
"Apalagi kan dalam BAP, Syamsul Bahri hanya menduga kardus tersebut isinya uang belum pernah benar-benar dilihat isinya. Nantilah kita konfirmasi. Kesaksian saksi lain juga jelas bahwa tidak ada atensi atau intervensi dari gubernur untuk memenangkan kontraktor tertentu," pungkas Arman Hanis.
Sekadar diketahui, JPU KPK rencananya menghadirkan tujuh saksi. Namun yang hadir hanya enam orang yakni Yohannes Tyos, Yusuf Rombe Passarin, Andi Indar, Robert Wijoyo, Yusman Yusuf, dan Petrus Yalim. Satu saksi atas nama Mega Putra Pratama lagi-lagi mangkir dari persidangan.