ERA.id - Kasus pelecehan seksual yang terjadi di lingkungan kampus kini menjadi sorotan. Beberapa mahasiswi di kampus-kampus ternama buka suara terkait pelecehan seksual yang mereka alami. Pelecahan seksual itu dilakukan mulai dari mahasiswa hingga dosen.
Seperti di Kampus Universitas Riau, Dosen berinisial SH ditetapkan tersangka setelah diduga melecehkan mahasiswanya. Lalu ada juga kasus yang dilakukan Dosen Universitas Sriwijaya berinisial AR. Kemudian, di Universitas Udayana dan Universitas Negeri Jakarta muncul dugaan kasus pelecehan yang mulai mencuat.
Mencuatnya kasus pelecehan seksual tersebut membuat kampus-kampus di Banten mengambil ancang-ancang agar peristiwa tersebut tak terjadi. Demikian diungkapkan oleh ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta (APTISI) Banten, Abas Sunarya.
Dia meminta mahasiswi untuk segera melapor apabila menjadi korban pelecehan seksual baik oleh dosen atau mahasiswa. Di Banten sendiri kasus pelecehan seksual mencuat di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Untirta.
Pelecehan Seksual ini dilakukan oleh Presiden Mahasiswa Untirta berinisial KZ kepada Mahasiswi. Kasus ini kini tengah ditangani oleh Polres Serang Kota.
"Bukan sekedar (melapor), kita wajibkan lapor. Kalau bimbingan, sekarang direkam, sekarang jamannya IT, ada kata-kata dia (dosen) yang pelecehan nggak. Kalau ada, ya nggak kita kasih bimbingan, kan dia (dosen) membimbing dibayar," tegasnya, Rabu, (8/12/2021).
Rektor Universitas Raharja ini pun meminta para mahasiswa tak takut. Dia menjamin, hak mahasiswa akan tetap didapat. Terlebih, kata dia kampus di Banten akan mendampinginya.
"Gini, masing-masing kampus kan sudah ada bidang kemahasiswaan, pesan moral selalu kita lakukan," kata Abas.
Apabila, ada warga kampus yang melakukan pelecehan seksual maka pihaknya ada langsung menindak tegas dengan mengambil langkah hukum.
"Jadi kalau yang melanggar hukum seperti pelecehan seks tinggal dilaporkan ke pihak berwajib dan diproses," tegasnya.
Setiap kampus baik swasta ataupun negeri kata Abas terdapat konseling. Sehingga mahasiswa dapat berbagi pengalaman atau kejadian yang tengah mereka alami. Bukan bukan hanya menyangkut perkuliahan saja namun juga mentalitas dan disiplin.
"Tentang hal-hal yang tidak boleh di mata hukum seperti narkoba, korupsi semunya konseling," tutur Abas.
Mahasiswa Desak Kampus Desak Bentuk Satgas
Sinta Eka dari Korps Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia Wati (KOHATI) Tangerang Raya mendesak kampus-kampus di Banten segera membentuk Satuan Tugas (Satgas) pencegahan kekerasan dan pelecehan seksual.
"Sangat dibutuhkan (Satgas), kampus bisa mendirikan lembaga independensi yang memiliki semi otonom dalam menerima aduan dari penyintas kekerasan seksual di kampus," katanya.
Namun dia memberikan catatan kalau Satgas tersebut harus diisi oleh orang-orang yang kredibel. Sehingga, kasus tersebut dapat ditangani secara maksimal.
"Lembaga tersebut harus di isi oleh orang-orang yang benar-benar peduli dan diberikan pendidikan khusus terkait penanganan terhadap kasus-kasus kekerasan ataupun pelecehan seksual,” jelasnya.
Pelecehan Seksual di Kampus Seperti Fenomena Gunung Es
Sinta menyebut pelecehan dan kekerasan seksual di kampus bak fenomena gunung es. Kasus ini hanya terpublis sebagian kecil saja. Padahal, sebenarnya banyak kasus-kasus yang tak terekspos ke publik lantaran korban ragu untuk melapor.
"Miris sih yah melihat banyaknya kasus kekerasan seksual dikampus. Kampus itu lembaga pendidikan dan ranah publik yang seharusnya menjadi ranah menempah generasi bangsa demi masa depan peradaban. Tetapi malah jadi lembaga yang menakutkan bagi perempuan," ujar Sinta.
Menurut Sinta, kampus seharusnya gencar melakukan edukasi dan perlindungan oleh mahasiswa dan mahasiswi.
"Edukasi tidak hanya diberikan kepada perempaun namun juga laki-laki perlu untuk mengentahui tidak melakukan tindakan-tindakan amoral," pungkasnya.