ERA.id - Keluarga John Garrity (Gerard Butler) dan para manusia lain yang "terpilih" untuk menyelamatkan diri selama 48 jam sebelum perkiraan komet benar-benar menghantam dan memusnahkan dunia.
Cerita itu terjadi pada adegan film action/disaster Greenland. Film itu mengikuti sebuah keluarga yang harus berjuang untuk bertahan hidup saat komet perusak planet mulai berjatuhan ke Bumi.
Berpusat pada John Garrity (Gerard Butler), seorang insinyur bangunan yang tinggal di Atlanta, Georgia. Ia memiliki hubungan yang cukup merenggang dengan istrinya, Allison (Morena Baccarin). Pasangan ini memiliki seorang putra yaitu Nathan (Roger Dale Floyd) yang menderita diabetes.
Demi memperbaiki hubungannya dengan keluarga, John kembali ke rumah untuk berkumpul bersama keluarga dan tetangganya, sembari menantikan komet antarbintang yang baru ditemukan bernama Clarke untuk menampakkan diri di langit.
Namun, saat John berada di sebuah toko bersama Nathan untuk berbelanja, ia menerima panggilan telepon otomatis yang aneh dari pemerintah, yang memberitahukan bahwa dia dan keluarganya telah dipilih untuk "perlindungan darurat".
Bingung dan resah, dia kembali ke rumah tepat saat pecahan komet memasuki atmosfer melalui siaran langsung televisi. Sebelumnya, komet diprediksi mendarat di dekat Bermuda, namun, pecahan itu malah menyerang daerah Tampa, Florida, dan menguapkan kota dan sebagian besar negara bagian.
John sekali lagi menerima panggilan otomatis dengan instruksi untuk berada di Pangkalan Angkatan Udara Warner Robins untuk melakukan penerbangan evakuasi. Keluarga Garrity dan para manusia lain yang "terpilih" itu diharuskan menyelamatkan diri selama 48 jam sebelum perkiraan komet benar-benar menghantam dan memusnahkan dunia.
Terlepas dari premis cerita yang menyeramkan, Greenland membawa penonton ke sisi lain yang lebih personal. Bagaimana hubungan keluarga Garrity yang hampir retak bisa dipersatukan kembali dengan melakukan perjalanan berbahaya menuju satu-satunya harapan mereka akan perlindungan, berhasil membuat penonton menyelami karakter para lakon utamanya lebih dalam.
Ada sentuhan pribadi yang dibawa sutradara Ric Roman Waugh, dan hal tersebut menyegarkan dibandingkan dengan film bergenre serupa lainnya.
Terdapat beberapa adegan menyentuh yang benar-benar berhasil -- terlebih dengan kekuatan akting para pemainnya. Keluarga kecil Garraty menampilkan perkembangan dan kedekatan yang dibungkus dengan apik.
Yang menarik dari genre film disaster adalah penonton bisa dibilang sudah tahu persis bagaimana cerita ini akan berkembang. Greenland, dengan bumbu cerita keluarganya, memberikan sentuhan yang baru dan lebih berwarna.
Adanya kisah keluarga dan berbagai tantangan yang harus mereka hadapi demi mencapai tempat berlindung, selain menambah bumbu cerita, juga menjadi sebuah "jeda" dari segala ketegangan yang terjadi di film "bencana" ini.
Meski elemen keluarganya kental, sutradara Waugh berusaha menjaga intensitas film tetap utuh, dan rasanya setiap adegan lain membuat penonton waspada, geregetan, hingga tak sabar menanti apa yang terjadi sesudahnya. Terdapat sejumlah keputusan dari para tokoh utamanya yang membuat penonton ikut resah dan terasa terbawa ke dalam cerita.
Masih bicara soal akting, ketiga lakon di keluarga Garraty memainkan peran mereka dengan baik. Namun, aktor cilik Roger Dale Floyd sebagai Nathan bisa dibilang merupakan screen stealer. Sebelumnya, ia tampil memukau di film Doctor Sleep (2019), dan membuatnya menjadi salah satu aktor muda yang patut dinantikan kiprahnya di masa depan.
Bukan hal yang mengejutkan di film bergenre sama bahwa detik-detik sebelum dunia musnah, sisi soal kemanusiaan juga banyak ditonjolkan. Terlebih mengenai bagaimana tabiat manusia yang sebenarnya -- mulai dari ego manusia yang tinggi demi menyelamatkan dirinya sendiri, jelas terlihat dan selalu menjadi topik menarik untuk disematkan ke dalam film.
Pun dengan Greenland. Seperti yang disebutkan sebelumnya, keluarga Garrity merupakan keluarga yang "terpilih" oleh pemerintah Amerika Serikat untuk mendapatkan perlindungan di sebuah bunker rahasia. Hal itu tak lain adalah jika segelintir manusia berhasil selamat dari musibah besar tersebut, dunia bisa dibenahi oleh mereka. Pekerjaan John sebagai insinyur pun dianggap berguna untuk antisipasi tersebut.
Di sisi manusia lain yang "kurang beruntung" mendapatkan perlindungan tersebut, tentu merasa tidak adil. Ini adalah sentilan yang menarik mengenai isu sosial yang bukan hal asing lagi di kehidupan saat ini.
Sementara itu, Greenland memiliki visual yang juga cantik untuk ditonton. Film ini adalah salah satu film yang sangat cocok apabila disaksikan di layar lebar, demi mendapatkan pengalaman sinematik yang penuh dan menggugah.
Visual yang cantik dan cerita yang menarik tentu kurang bila tidak didampingi audio yang ciamik. Ketegangan Greenland berhasil dibungkus dengan apik melalui scoring, musik, dan sound mixing yang sangat baik bila dialami di bioskop. Bagi Anda yang merindukan sensasi suara yang "megah" di dalam teater, film ini mungkin dapat mengobati rasa rindu itu.
Secara keseluruhan, Greenland membungkus banyak hal yang mendebarkan, konyol, dan beberapa yang dapat diprediksi; namun, juga ada banyak hal yang menarik untuk diulik.
Dengan menjadi tontonan dan fokus pada skala kemanusiaan dari sebuah krisis, bisa dibilang, Greenland rasanya menjadi film bencana yang terasa realistis di kehidupan nyata.
Film berdurasi 120 menit ini siap mengguncang Indonesia melalui jaringan bioskop Tanah Air pada Maret 2021.