ERA.id - Trauma bukanlah sesuatu yang bisa diremehkan. Orang yang memiliki trauma bisa mengalami post-traumatic stress disorder (PTSD). Salah satu penanganan atas hal tersebut adalah trauma healing, apa itu itu trauma healing?
Dikutip Era dari SehatQ, PTSD merupakan gangguan kesehatan mental akibat kejadian yang menyebabkan trauma. Sementara, trauma healing merupakan proses penyembuhan pascatrauma agar seseorang bisa melanjutkan hidup tanpa bayang-bayang kejadian tersebut (trauma).
Ketika mengalami PTSD, biasanya korban sering merasa seakan mengalami kejadian buruk itu lagi, terus-menerus ingat dengan kejadian tersebut hingga terbawa ke mimpi, dan menghindari sesuatu yang berkaitan dengan kejadian tersebut. Terapi psikologis perlu dilalukan untuk mengatasi trauma tersebut.
Risiko Penyebab Trauma
Seseorang bisa mengelami trauma akibat kejadian-kejadian buruk yang berdampak buruk dan berlanjut pada terganggunya stabilitas mental dan emosional. Ada banyak kejadian yang bisa memicu trauma, beberapa di antara adalah berikut ini.
· Perkosaan
· Perundungan
· Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
· Kekerasan dari pihak luar
· Bencana alam
· Cedera parah atau penyakit
· Kematian orang yang disayangi
Penanganan yang tepat perlu segera dilakukan agar PTSD tidak semakin parah dan mengganggu kehidupan korban. Trauma healing menjadi salah satu cara yang bisa dilakukan.
Terdapat dua jenis trauma healing, yaitu trauma healing yang fokus pada kejadian dan trauma healing yang tidak fokus pada kejadian.
Trauma Healing yang Fokus pada Kejadian
Ini merupakan proses penyembuhan trauma dengan memusatkan ingatan korban terhadap peristiwa traumatisnya. Beberapa hal yang bisa dilakukan dalam proses ini adalah terapi pemaparan (exposure therapy) dan terapi pemrosesan kognitif (cognitive processing therapy).
1. Exposure therapy
Exposure therapy merupakan trauma healing fokus untuk mengubah struktur ketakutan di dalam pikiran sehingga korban tidak lagi bermasalah saat melihat sesuatu yang mengingatkannya pada kejadian tersebut. Ini termasuk trauma healing yang sangat direkomendasikan.
Dalam praktiknya, korban akan diajak mengingat kembali hal yang memicu datangnya trauma. Setelah itu, secara perlahan korban akan diberi penjelasan bahwa yang terjadi pada waktu lalu (ketika terjadi trauma) tidak berhubungan dengan yang dia lihat saat ini. Dengan cara tersebut, korban akan belajar menerima apa yang terjadi sehingga bisa melanjutkan hidup dengan lebih tenang.
2. Cognitive behavioural therapy
Cognitive behavioral therapy (CBT) merupakan trauma healing yang dilakukan dengan mengubah cara berpikir atau bertindak. Berbagai teknik psikologis akan digunakan untuk bisa membantu korban memahami apa yang telah terjadi.
Umumnya, CBT berlangsung selama 8-12 pertemuan dan setiap sesi akan memakan waktu sekitar satu jam. Dalam pertemuan pertama antara korban dan terapis, korban akan diajak membicarakan kejadian traumatisnya secara detail.
Sembari mendengarkan cerita tersebut, terapis mencatat apa saja yang membuat korban sulit keluar dari cengkraman masa lalu buruknya. Sebagai contoh, korban menyalahkan dirinya karena tidak sempat menolong ibunya saat terjadi bencana. Dalam kasus tersebut, terapis akan membantu korban agar bisa menerima serta memahami bahwa ada hal-hal yang tak bisa dikendalikan oleh manusia.
Trauma healing yang Tidak Fokus pada Kejadian
Proses ini dilakukan untuk meredakan gejala PTSD tanpa berfokus pada hal yang berhubungan dengan peristiwa traumatis korban.
1. Eye movement desensitisation and reprocessing (EMDR)
EMDR dipercaya bisa meredakan gejala PTSD. Dalam praktiknya, korban akan diminta menceritakan kembali kejadian traumatisnya sambil memperhatikan hal yang lain, misalnya memperhatikan gerak jari terapis.
Tujuan dari hal tersebut adalah agar korban bisa memikirkan hal positif saat mengingat kejadian traumatisnya. Prosesnya bisa memakan waktu sampai sekitar tiga bulan.
2. Stress inoculation training (SIT)
Trauma healing ini akan dilakukan dengan mengajarkan beberapa cara untuk menghilangkan stres kepada korban sehingga lebih rileks, misalnya pemijatan, belajar teknik pernapasan, dan sebagainya. Diharapkan, korban bisa menghadapi stres setelah mengikuti SIT selama sekitar tiga bulan.