ERA.id - Influencer vegetarian asal Rusia Zhanna Samsonova meninggal dunia di Malaysia, saat menjalani tur Asia diduga akibat kelaparan.
Peristiwa itu mengingatkan banyak orang bahwa menjalani pola hidup vegan sebagai bentuk diet, ternyata bisa berujung petaka.
Dokter estetika yang juga penulis buku “Brain, Beauty and Behavior” dr. Siti Medissa N.H, M.Biomed (AAM), FEcare mengatakan hal pokok yang harus dipahami bahwa diet bukan berarti tidak makan secara berimbang.
"Ini penting! Jadi tubuh kita tidak bisa hanya diberi salah satu nutrisi saja dan mengabaikan nutrisi lainnya," kata Dissa, Jumat (11/8/2023).
Dissa mengutarakan bahwa berdasarkan informasi Zhanna Samsanova meninggal dunia akibat kelaparan, sebagai imbas atas pilihannya hanya mengonsumsi buah-buahan eksotis.
Korban bahkan dilaporkan tidak mengonsumsi air dalam jumlah yang cukup, hingga mengakibatkan tubuhnya kekurangan berbagai nutrisi.
"Itu kesalahan mendasarnya yang harus diakui di masyarakat kita juga masih banyak yang seperti itu cara pandangnya. Dipikir hanya mengonsumsi buah, tulang bisa kuat, kulit glowing dan lain sebagainya. Padahal tidak, karena sejatinya tubuh kita bahkan juga membutuhkan karbohidrat dan lemak," jelas Dissa.
Dokter lulusan Klentze Institute di Complutense University of Madrid itu mengatakan, masyarakat diminta tak ragu berkonsultasi dengan ahli ketika hendak menjalani pola hidup vegetarian.
"Vegan merupakan bagian dari diet, salah satu pilihan bagaimana cara mendapatkan kecantikan. Demikian pula dengan perawatan diri, sah-sah saja dilakukan secara mandiri, tapi untuk keamanan sebaiknya dikonsultasikan kepada ahli," jelas Dissa.
Dalam keterangannya Dissa juga mengatakan, salah satu alasannya bersama Dr. Mochamad Syaifudin menulis buku “Brain, Beauty and Behavior” adalah sebagai edukasi ke masyarakat. Mereka ingin masyarakat memiliki pengetahuan yang cukup bagaimana sebaiknya kecantikan dikejar dan dipandang.
"Agar kejadian seperti yang dialami Zhanna Samsanova jangan sampai terjadi di masyarakat kita. Mendapatkan kecantikan tidak cukup hanya lewat diet, tidak cukup hanya memperbaiki tampilan fisik semata," terang Dissa.
Sementara Dr. dr. Mochamad Syaifudin, M.Biomed (AAM), MARS mengatakan, selain alasan edukasi penulisan buku “Brain, Beauty and Behavior” juga dimaksudkan agar berbagai bentuk pelanggaran yang menciptakan ketersinggungan akibat penilaian kecantikan yang banyak terjadi di tengah masyarakat bisa ditekan.
Ia mencontohkan kasus body shaming yang seharusnya bisa dicegah apabila masyarakat menyadari bahwa kecantikan tidak cukup dipandang dari aspek fisik saja.
"Si A itu cantik, tapi bodinya besar dan dia jadi korban perundungan atau bully yang menjadikannya semakin tidak percaya diri. Apa yang kemudian terjadi? Ketidakpercayaan diri mengakibatkan seorang wanita gagal menampilkan kecantikan yang dimilikinya," kata Mocha.
Oleh karena itu di dalam buku “Brain, Beauty and Behavior” juga memuat ragam tips bagaimana melatih sikap penerimaan diri terhadap apapun kodrat lahiriyah seorang wanita sehingga bisa menciptakan rasa percaya diri yang baik.