ERA.id - Tentang disfungsi seksual pada pria, dr. Widi Atmoko, Sp.U(K), FECMS, FICS, Ketua Cluster Uronephrology RSCM Kencana mengatakan, gangguan seksual pria merupakan gangguan pada salah satu atau lebih fase pada siklus respon seksual yang menghambat individu untuk mencapai aktivitas seksual yang memuaskan.
Lebih dari 35% pria dengan gangguan seksual memiliki >1 jenis gangguan seksual. Terlebih, angka kejadian beberapa jenis gangguan seksual meningkat seiring dengan pertambahan usia.
RSCM, sebagai pusat rujukan nasional, pernah dilakukan penelitian oleh Prof Ponco Birowo, dan didapatkan lebih dari 1/3 pria usia 20-80 tahun mengalami disfungsi ereksi. Ia menjelaskan, penyebab gangguan seksual sangat beragam yang secara umum dapat terbagi menjadi masalah psikologis, organik (adanya kelainan dari sisi anatomi atau fungsi organ), maupun campuran.
"Walaupun konsep gangguan seksual tetap sebenarnya mencakup konsep yang lebih luas seperti masalah seksual, biologis, psikoseksual, sosiobudaya, dan hubungan interpersonal,” jelasnya.
“Sesuai dengan definisinya, gangguan seksual pria dapat terjadi pada masing-masing fase respon seksual. Bila dijabarkan gangguan seksual dapat berupa gangguan hasrat rendah, hipogonadisme (kadar testosteron rendah), disfungsi ereksi atau impotensi, gangguan ejakulasi dan orgasme, kelainan bentuk penis seperti kurvatur penis, kelainan ukuran penis dan dismorfofobia, serta priapismus atau ereksi yang
berkepanjangan tanpa disertai dengan rangsangan,” jelasnya.
Ia juga menjelaskan, terapi gangguan seksual akan disesuaikan dengan penyebab, dan derajat keparahan gangguan yang dialami. Modalitas terapi dapat mencakup konseling, terapi psikologis, pemberian obat atau medikamentosa, penggunaan alat tertentu, operasi, dan tentunya terapi terkini yaitu terapi regeneratif. Berbagai pilihan terapi ini akan ditawarkan ke pasien sesuai dengan kondisinya dan akan dipilih secara bersama melalui diskusi antara dokter dengan pasien. Hal yang paling penting dipahami adalah gangguan seksual sering dianggap sebagai hal tabu, padahal keterbukaan sangat penting untuk dokter dapat menentukan diagnosis dengan tepat dan bisa mendapat tatalaksana terbaik.
"Hal ini juga yang sering kali menjadi alasan mengapa gangguan seksual tidak terdiagnosis dan tidak mendapat tatalaksana. Oleh sebab itu, komunikasi merupakan kunci utama dalam penatalaksanaan gangguan seksual. Selain itu perlu dipahami juga bahwa sering kali gangguan seksual merupakan manifestasi dari masalah lain seperti misal disfungsi ereksi terjadi akibat masalah pembuluh darah," sambungnya.
Studi menunjukkan bahwa 3-5 tahun pasca disfungsi ereksi dapat menjadi prediktor terjadinya serangan jantung. Maka dari itu, diagnosis dan evaluasi komprehensif pada gangguan seksual sangat penting, dan bahkan pasien bisa dianggap “beruntung” karena dapat menjalani pemeriksaan yang lengkap secara lebih dini sebelum ada gejala lain yang berat.
“Dalam penanganan gangguan seksual pria, memang sebaiknya untuk terapi dilakukan bersama pasangan. Karena dampak gangguan seksual pria juga memengaruhi fungsi seksual wanita, begitu pula sebaliknya. Namun, ada kalanya pada saat konseling harus dilakukan satu per satu terlebih dahulu sehingga riwayat dan masalah yang dialami lebih bisa dipahami dengan baik, dan mungkin bagi pasien
juga dapat lebih nyaman,” tambahnya.