ERA.id - Berdasarkan data yang dihimpun oleh Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), insiden tertinggi untuk kanker paru di Indonesia adalah pada laki-laki dan 11,2% diantaranya adalah perempuan. Pengentasan kanker paru menjadi penting mengacu pada data GLOBOCAN ada 30.023 penduduk Indonesia didiagnosa kanker paru, sementara, 26.095 orang meninggal akibat kanker paru pada tahun 2018 .
Melawan kanker bukanlah hal yang mudah. Realitanya, kondisi dan angka ini bagi pasien kanker paru bukan hanya mengenai perjuangan melawan kesakitan fisik tetapi juga menghadapi beban psikososial dan materi pada keluarga maupun negara.
Dr. Sita Laksmi Andarini, PhD, Sp.P(K) selaku Wakil Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri PDPI menyampaikan, terapi kanker paru yang mencakup pembedahan, kemoterapi, terapi target, bahkan imunoterapi telah ada di Indonesia.
"Sejak 2016 di Indonesia telah mengenal imunoterapi untuk kanker paru, yang cara kerjanya menstimulasi sistem imun tubuh untuk memberikan respons imunitas antituor, sehingga meningkatkan harapan hidup pasien kanker paru stadium stadium lanjut menjadi lebih panjang dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Sedikit berbeda dengan kemoterapi yang berfungsi untuk membunuh sel kanker, imunoterapi meningkatkan respons imunitas antitumor," papar dokter Sita Laksmi dalam online sharing session #LUNGTalk, dengan tajuk “Membuka Harapan Hidup yang Lebih Baik bagi Pasien Kanker Paru dengan Pengobatan Inovatif” belum lama ini.
Dr. Sita menambahkan pula bahwa pada saat ini kombinasi kemoterapi dan imunoterapi menjadi salah satu standar baru pengobatan kanker paru. Kehadiran imunoterapi menjawab tantangan dari metode pengobatan kanker terdahulu, yaitu peningkatan respons terapi dan peningkatan kualitas hidup. Terobosan pengobatan kanker paru saat ini dapat memberikan optimisme dan proses pengobatan yang lebih baik, khususnya bagi pasien kanker sehingga bisa memberikan hidup yang berkualitas.
"Ada beberapa jenis imunoterapi untuk pasien kanker paru-paru yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien kanker, antara lain imunoterapi penghambat ‘checkpoint’ sistem imun, vaksin kanker berupa vaksin terapeutik untuk membunuh sel kanker, dan terapi sel t adoptive yang merubah salah satu jenis sel darah putih pada penderita kanker untuk dapat kembali menyerang sel kanker," jelasnya.
Lebih jelasnya, sistem kerja dari pengobatan imunoterapi ini adalah langsung menyasar atau menghambat pertemuan sel imun yang kerap dimanfaatkan oleh sel kanker untuk menghindari serangan dari sistem imun atau daya tahan tubuh. Dengan begitu, sistem kekebalan pada penderita kanker akan jauh lebih aktif untuk melawan sel kanker tersebut.
"Di masa yang akan datang, imunoterapi diharapkan dapat berkembang lebih jauh berdasarkan kebutuhannya dan dapat menekan laju pertumbuhan angka beban kanker lainnya di Indonesia. Tentunya setiap metode pengobatan memiliki performa dan efek yang berbeda bagi setiap pasien kanker tergantung pada jenis kebutuhan pasien itu sendiri," imbuhnya.