PM Jepang Ingin Sistem Baru Perkuat Pertahanannya, China hingga Rusia Dianggap Jadi 'Ancaman' Serius

| 23 Jan 2023 22:45
PM Jepang Ingin Sistem Baru Perkuat Pertahanannya, China hingga Rusia Dianggap Jadi 'Ancaman' Serius
Fumio Kishida (Instagram fumio_kishida)

ERA.id - Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida mengatakan pada Senin bahwa negara itu "harus melepaskan diri dari praktik-praktik mapan masa lalu".

Pernyataan Kishida itu muncul di tengah upaya Jepang untuk memperkuat sistem pertahanannya.

“Jepang berada pada masa yang sangat penting, 77 tahun setelah berakhirnya Perang Dunia Kedua,” kata Kishida di depan parlemen saat membuka sidang 15 hari di ibu kota Tokyo dikutip dari Antara, Senin (23/1/2023).

“Negara harus melepaskan diri dari praktik-praktik mapan di masa lalu dan menciptakan aturan masyarakat, ekonomi dan internasional yang sesuai dengan era baru,” ungkap Kishida kepada Diet (parlemen Jepang), seperti dilaporkan NHK.

Bulan lalu, Jepang mengadopsi strategi terbaru di bidang keamanan nasional, yang memungkinkan angkatan bersenjata negara itu memperoleh apa yang disebutnya “kemampuan serangan balik.”

Strategi keamanan dan pertahanan utama yang diperbarui memberi militer Jepang kemampuan membalas serangan dan menyerang target di wilayah musuh untuk mencegah serangan.

Strategi itu juga mengizinkan pemerintah mengalokasikan 43 triliun yen (sekitar Rp5 kuadriliun) untuk anggaran pertahanan selama lima tahun mulai tahun fiskal 2023.

Strategi terbaru itu juga memandang China sebagai "tantangan strategi terbesar", menyebut Korea Utara sebagai "ancaman lebih besar dan lebih dekat dari sebelumnya", dan Rusia sebagai "masalah keamanan yang serius".

Menurut Kyodo News, Kishida mengatakan pemerintahannya “akan mengambil langkah untuk mendapatkan dana yang memadai guna mencapai tujuan dengan menggandakan belanja pertahanan per tahun menjadi sekitar dua persen dari produk domestik bruto selama lima tahun ke depan, setara dengan anggota NATO".

Dia menekankan "keinginannya untuk menjalin hubungan yang membangun dan stabil dengan China dan berkomunikasi erat dengan Korea Selatan".

Turunnya Angka Kelahiran

PM Kishida mengatakan pemerintahannya akan mengutamakan kebijakan yang memfasilitasi pengasuhan anak sebagai “investasi paling efektif bagi masa depan”.

Kishida memperingatkan bahwa negara berpenduduk 126 juta jiwa itu, yang berjuang menghadapi populasi yang menua, berada “di ambang kehilangan fungsi sosialnya karena angka kelahiran menurun dengan cepat”.

Ia mengatakan angka kelahiran di Jepang diperkirakan di bawah 800 ribu per tahun.

Kishida berjanji untuk membalikkan angka kelahiran yang turun di negara itu.

Dia mengatakan pemerintahnya akan berusaha "menciptakan ekonomi dan masyarakat yang mengutamakan anak-anak" melalui Badan Anak dan Keluarga, badan pemerintah baru yang akan diluncurkan pada April.

Rekomendasi