ERA.id - Pemungutan suara untuk konstitusi baru di Mali telah selesai pada hari Minggu (18/6/2023) dalam uji coba pemilihan pertama junta militer, tetapi ketidakamanan dan perbedaan politik mencegah pemungutan suara di beberapa daerah.
Negara di Afrika Barat itu telah berada di bawah pemerintahan militer sejak kudeta Agustus 2020, tetapi pemimpin otoriter Kolonel Assimi Goita (40) berjanji akan mengembalikan Mali ke pemerintahan sipil pada tahun 2024.
"Saya yakin referendum ini akan membuka jalan bagi Mali baru, Mali yang kuat, Mali yang efisien, Mali yang melayani kesejahteraan penduduknya," kata Goita pada hari Minggu seperti dilansir dari CNA.
Sekitar 8,4 juta warga negara Mali memenuhi syarat untuk memilih dalam referendum ini yang telah memicu spekulasi bahwa Goita akan mencalonkan diri dalam pemilihan. Hasilnya diharapkan akan diumumkan dalam waktu 72 jam.
Goita adalah salah satu yang pertama memberikan suara, sementara para pemilih berbondong-bondong ke tempat pemungutan suara di ibu kota Bamako.
Bahaya serangan jihadis menjadi pertimbangan di wilayah tengah dan utara, sehingga pemungutan suara tidak dilakukan di beberapa bagian negara, termasuk kota Kidal, benteng bekas pemberontak.
Sebuah tim pengamat dari kelompok masyarakat sipil yang didukung oleh Uni Eropa melaporkan bahwa hanya ada sedikit masalah pemungutan suara di tempat pemungutan suara yang mereka awasi.
Mereka juga melaporkan bahwa lebih dari 80 tempat pemungutan suara di Mopti, bagian tengah Mali, ditutup karena tidak aman.
Sementara di Menaka, sebuah wilayah di utara yang menghadapi pemberontak yang terkait dengan kelompok Negara Islam, hanya melakukan pemungutan suara terbatas ibu kotanya karena alasan keamanan, kata pejabat terpilih setempat.