WHO Dikabarkan Akan Rilis Laporan Pemanis Buatan Aspartam Mungkin Picu Kanker

| 30 Jun 2023 12:32
WHO Dikabarkan Akan Rilis Laporan Pemanis Buatan Aspartam Mungkin Picu Kanker
Ilustrasi pemanis. (Wikimedia)

ERA.id - Aspartam, salah satu pemanis buatan paling umum di dunia yang digunakan dalam produk-produk seperti soda diet Coca-Cola akan didaftarkan sebagai "kemungkinan karsinogenik bagi manusia" oleh Badan Internasional untuk Penelitian Kanker (IARC), kata dua orang narasumber seperti dilansir dari CNA.

Putusan IARC, yang diselesaikan awal bulan ini setelah pertemuan para pakar eksternal kelompok tersebut, dimaksudkan untuk menilai apakah sesuatu berpotensi menimbulkan bahaya atau tidak berdasarkan semua bukti yang dipublikasikan.

Keputusan IARC juga telah dihadapkan pada kritik karena memicu kekhawatiran yang tidak perlu terkait zat atau situasi sulit dihindari. IARC memiliki empat tingkatan klasifikasi yang berbeda: karsinogenik, mungkin karsinogenik, kemungkinan karsinogenik, dan tidak dapat diklasifikasikan. Tingkatan-tingatan ini didasarkan pada kekuatan bukti, bukan seberapa berbahayanya suatu zat.

Komite Ahli Gabungan WHO dan Organisasi Pangan dan Pertanian untuk Bahan Tambahan Pangan (JECFA) juga meninjau penggunaan aspartam tahun ini.  Temuannya akan diumumkan pada hari yang sama ketika IARC mengumumkan keputusannya, yaitu 14 Juli.

Sejak 1981, JECFA menyatakan aspartam aman dikonsumsi dalam batas harian yang diperbolehkan. Misalnya, orang dewasa dengan berat 60kg yang minum antara 12 dan 36 kaleng soda diet setiap hari akan berisiko. Pandangannya telah dibagikan secara luas oleh regulator nasional, termasuk di Amerika Serikat (AS) dan Eropa.

Seorang juru bicara IARC mengatakan temuan komite IARC dan JECFA dirahasiakan hingga Juli, tetapi menambahkan bahwa temuan itu "saling melengkapi".

"Kami dengan hormat meminta kedua badan untuk mengoordinasikan upaya mereka dalam meninjau aspartam untuk menghindari kebingungan atau kekhawatiran di kalangan masyarakat," tulis Nozomi Tomita, seorang pejabat dari Kementerian Kesehatan Jepang, dalam sebuah surat tertanggal 27 Maret kepada wakil direktur jenderal WHO Zsuzsanna Jakab.

Rekomendasi