ERA.id - Mantan presiden Brazil Jair Bolsonaro membantah tuduhan yang menyebut dirinya melakukan kudeta terhadap pemerintah. Dia menegaskan dirinya dipersekusi tanpa henti meski sudah tidak menjabat sebagai kepala negara.
"Saya meninggalkan pemerintahan lebih dari setahun lalu dan saya masih dipersekusi tanpa henti,” kata Bolsonaro, dikutip Antara, Jumat (9/2/2024).
Hakim Mahkamah Agung Alexandre de Moraes yang memimpin penyelidikan mengatakan Bolsonaro menerima rancangan dekret yang disiapkan ajudannya untuk membatalkan hasil pemilihan presiden 2022. Ia juga disebut telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Moraes dan hakim sejawatnya, Gilmar Mendes, serta Ketua Senat Rodrigo Pacheco pada November 2022, satu bulan setelah pemilihan.
Menurut pernyataan polisi, Bolsonaro kemudian menggelar pertemuan dengan para komandan militer dan menekan mereka untuk bergabung dalam kudeta.
Dari hasil pemeriksaan, empat orang ditangkap dan 33 surat perintah penangkapan dikeluarkan pada Kamis sebagai bagian dari penyelidikan tersebut.
"Pada Kamis, Kepolisan Federal melancarkan Operasi Tempus Veritatis untuk menyelidiki organisasi kriminal yang melakukan percobaan kudeta dan menghapus supremasi hukum demokratis, demi mendapatkan keuntungan politik dengan mempertahankan kekuasaan Presiden Republik saat itu,” kata pernyataan itu.
Operasi itu mengincar sejumlah sekutu dekat Bolsonaro, termasuk mantan pasangan Bolsonaro dalam pilpres, Walter Braga Netto, mantan sekretaris keamanan institusi Augusto Heleno, mantan menteri pertahanan Paulo Nogueira Batista, dan mantan menteri kehakiman Anderson Torres.
Sejak tidak lagi menjabat, dia telah menghadapi berbagai penyelidikan, termasuk penyelidikan terhadap upayanya menyimpan perhiasan yang diberikan oleh keluarga Kerajaan Arab Saudi dan penyelidikan terhadap pemalsuan sertifikat vaksin COVID-19 miliknya.
Lebih lanjut, kepolisian Brazil menyita paspor mantan presiden Jair Bolsonaro dan menuduhnya berusaha membatalkan hasil pemilu 2022. Tuduhan itu disebut agar Jair terus berkuasa setelah kalah dari Luiz Inacio Lula da Silva.