ERA.id - Pemerintah Jepang mengeluarkan peraturan imigrasi baru soal pembatasan permohonan suaka di negara itu. Aturan itu membebaskan pemerintah untuk mendeportasi mereka yang ditolak berkali-kali.
Berdasarkan Undang-Undang Pengendalian Imigrasi dan Pengakuan Pengungsi yang telah direvisi, mereka yang mengajukan tiga atau lebih permohonan suaki berisiko dideportasi. Deportasi itu berlaku bagi mereka yang gagal memberikan alasan masuk akan untuk mendukung permohonan mereka untuk tinggal di negara tersebut.
Sebelumnya, Jepang tidak bisa mendeportasi warga negara asing yang berkas permohonan status pengungsinya masih dalam proses. Namun seiring berjalannya waktu, perubahan itu dilakukan karena pihak berwenang meyakini sistem tersebut disalahgunakan oleh mereka yang berulang kali mengajukan permohonan untuk tinggal di Jepang.
"Undang-undang yang direvisi ini dimaksudkan untuk segera mendeportasi mereka yang tidak memiliki izin tinggal, dan membantu mengurangi penahanan jangka panjang," kata Menteri Kehakiman Ryuji Koizumi pada bulan Mei, dikutip Nikkei, Senin (19/6/2024).
"Bagi yang membutuhkan perlindungan akan dilindungi, sedangkan bagi yang melanggar aturan akan ditindak tegas," imbuhnya.
Sebagai bagian dari perubahan tersebut, pencari suaka kini diizinkan untuk tinggal di luar fasilitas imigrasi di bawah pengawasan anggota keluarga atau pendukungnya yang diharapkan dapat memastikan pemohon tidak melarikan diri ke masyarakat.
Undang-undang yang direvisi ini mendapat penolakan dari para penentang yang berpendapat bahwa undang-undang tersebut dapat mengakibatkan repatriasi orang-orang yang berisiko mengalami penganiayaan di negara asal mereka.
Pada tahun 2023, Jepang memberikan status pengungsi kepada 303 orang, dimana lima di antaranya telah mengajukan permohonan lebih dari satu kali. Tiga dari lima orang tersebut berhasil pada permohonan ketiga mereka, menurut Badan Layanan Imigrasi.
Sebanyak 13.823 orang mencari suaka di Jepang pada tahun 2023, yang merupakan rekor tertinggi kedua. Jumlahnya meningkat pesat sejak tahun 2022 ketika negara tersebut secara bertahap mencabut kontrol perbatasan terhadap COVID-19.
Namun negara Asia ini masih tertinggal jauh dibandingkan negara-negara maju lainnya seperti Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa yang biasanya menerima lebih dari 10.000 pencari suaka setiap tahunnya.