ERA.id - Boeing membantah telah melanggar perjanjian penundaan penuntutan atas kasus kecelakaan fatal 737 MAX. Pihaknya mengaku selalu berkoordinasi dengan Departemen Kehakiman AS terkait tuntutan tersebut.
Produsen pesawat AS tersebut menanggapi keputusan Departemen Kehakiman pada bulan Mei bahwa Boeing melanggar perjanjian penundaan penuntutan (DPA) tahun 2021. DPA telah melindungi perusahaan dari tuntutan pidana akibat kecelakaan fatal pada tahun 2018 dan 2019 yang menewaskan 346 orang.
"Kami menolak mengomentari komunikasi spesifik apa pun dengan Departemen Kehakiman, namun kami terus menjalin hubungan secara transparan dengan Departemen Kehakiman, seperti yang telah kami lakukan sepanjang masa perjanjian," kata juru bicara Boeing, dikutip Reuters, Kamis (13/6/2024).
Berdasarkan oengajuan pengadilan, Departemen Kehakiman menemukan pada bulan Mei bahwa Boeing telah gagal untuk merancang, menerapkan, dan menegakkan program kepatuhan dan etika untuk mencegah dan mendeteksi pelanggaran undang-undang penipuan AS di seluruh operasinya.
Namun, awal bulan ini dilaporkan bahwa para eksekutif Boeing kemungkinan besar tidak akan dituntut secara pidana atas kecelakaan fatal karena undang-undang pembatasan kemungkinan besar telah berlalu.
Jaksa memiliki waktu hingga 7 Juli untuk memberi tahu hakim federal di Texas mengenai rencana mereka, yang dapat mencakup melanjutkan kasus pidana dan menegosiasikan kesepakatan pembelaan dengan Boeing, menurut seseorang yang mengetahui masalah tersebut.
Selain penuntutan, Departemen Kehakiman juga dapat memperpanjang DPA satu tahun.
Boeing sebelumnya mengatakan pihaknya yakin telah menghormati ketentuan perjanjian dan berharap dapat memberikan tanggapan kepada Departemen Kehakiman.