ICJ Nyatakan Kependudukan Israel di Wilayah Palestina Melanggar Konvesi Jenewa ke-4, Diminta Angkat Kaki Segera

| 21 Jul 2024 13:00
ICJ Nyatakan Kependudukan Israel di Wilayah Palestina Melanggar Konvesi Jenewa ke-4, Diminta Angkat Kaki Segera
ICJ (Anadolu)

ERA.id - Mahkamah Internasional (ICJ) menyatakan kehadiran Israel di wilayah Palestina melanggar hukum. ICJ menekankan tindakan kependudukan Israel di wilayah Tepi Barat dan Yarusalem Timur melanggar Konvesi Jenewa ke-4.

Pengadilan tinggi PBB menyampaikan pendapat nasihatnya mengenai konsekuensi hukum yang timbul dari kebijakan dan praktik Israel di wilayah pendudukan Palestina, atas permintaan Majelis Umum PBB pada akhir tahun 2022.

Pendapat tersebut dibacakan oleh Nawaf Salam, ketua pengadilan dunia, yang dengan suara bulat memutuskan bahwa pengadilan tersebut mempunyai yurisdiksi untuk memberikan pendapat penasehat yang diminta.

"Pengadilan mencatat beberapa kebijakan dan praktik yang berarti aneksasi seperti perluasan pemukiman, eksploitasi sumber daya alam, proklamasi Yerusalem sebagai ibu kota Israel, penerapan hukum domestik Israel secara komprehensif di Yerusalem Timur dan penerapannya secara luas di Tepi Barat, memperkuat kendali Israel atas wilayah Palestina yang diduduki," demikian putusan ICJ oleh Nawaf Salam, dikutip Anadolu, Minggu (21/7/2024).

Putusan itu juga menyebutkan bahwa kebijakan dan praktik ini dirancang untuk tetap berlaku tanpa batas waktu dan menciptakan dampak yang tidak dapat diubah di lapangan. Pengadilan juga menambahkan bahwa mereka 'tidak yakin' bahwa penerapan hukum Israel di Tepi Barat dan Yarusalem Timur tidak dapat dibenarkan.

"Israel tidak berhak atas kedaulatan atau menjalankan kekuasaan kedaulatan di bagian mana pun wilayah Palestina yang diduduki karena pendudukannya," tegasnya.

"Kekhawatiran keamanan Israel juga tidak bisa mengesampingkan prinsip larangan akuisisi wilayah dengan kekerasan," tambahnya.

Israel merebut Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, pada tahun 1967 dan sejak itu membangun pemukiman ilegal dan memperluasnya. Kebijakan pemukiman Israel melanggar hukum internasional.

Mengenai kebijakan pemukiman Israel, yang mencakup penggusuran paksa terhadap penduduk yang dilindungi, dan pemindahan pemukim, pengadilan menekankan tindakan tersebut melanggar Konvensi Jenewa ke-4.

Pengadilan mencatat dengan keprihatinan besar laporan bahwa kebijakan pemukiman Israel telah meluas sejak pendapat penasihatnya pada tahun 2004.

Dalam pemungutan suara 14 banding satu, mahkamah tersebut mendesak Israel untuk segera menghentikan semua kegiatan pemukiman baru dan mengevakuasi semua pemukim dari wilayah Palestina yang diduduki. Selain itu, Israel mempunyai kewajiban untuk melakukan perbaikan atas kerusakan yang terjadi pada semua alam atau wilayah yang diduduki.

"Semua Negara mempunyai kewajiban untuk tidak mengakui situasi yang timbul dari kehadiran Negara Israel yang melanggar hukum di Wilayah Pendudukan Palestina dan tidak memberikan bantuan atau bantuan dalam menjaga situasi yang diciptakan oleh terus kehadiran Negara Israel. di wilayah pendudukan Palestina," kata pengadilan.

Dengan hasil pemungutan suara 12-3, ICJ mengingatkan organisasi-organisasi internasional, termasuk PBB, tentang kewajiban mereka untuk tidak mengakui situasi yang timbul dari kehadiran Israel yang melanggar hukum sebagai hal yang sah.

"Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan khususnya Majelis Umum, yang meminta pendapat tersebut, dan Dewan Keamanan, harus mempertimbangkan modalitas yang tepat dan tindakan lebih lanjut yang diperlukan untuk mengakhiri secepat mungkin kehadiran Negara Israel yang melanggar hukum di wilayah pendudukan Palestina," tegasnya.

Putusan itu juga menyebutkan Pasal 3 Komite Penghapusan Diskriminasi Rasial (CERD) tentang "segregasi rasial dan apartheid" dalam pendapat penasihatnya, dan menganggap undang-undang dan tindakan Israel merupakan pelanggaran terhadap pasal tersebut.

Pasal tersebut berbunyi: “Negara-negara Pihak secara khusus mengutuk segregasi rasial dan apartheid serta berjanji untuk mencegah, melarang, dan memberantas semua praktik semacam ini di wilayah yang berada di bawah yurisdiksi mereka.”

"Ketentuan ini mengacu pada dua bentuk diskriminasi rasial yang sangat parah, segregasi rasial dan apartheid," kata pengadilan.

Pengadilan mencatat bahwa undang-undang dan tindakan Israel memaksakan dan berfungsi untuk mempertahankan pemisahan yang hampir menyeluruh di Tepi Barat dan Yerusalem Timur antara para pemukim dan komunitas Palestina.

“Perundang-undangan dan tindakan Israel merupakan pelanggaran terhadap Pasal 3 CERD,” tambahnya.

Pengadilan mengatakan Israel mempunyai kewajiban untuk mencabut semua tindakan legislatif yang menciptakan atau mempertahankan situasi yang melanggar hukum, termasuk tindakan yang mendiskriminasi warga Palestina.

Lebih lanjut, ICJ mencatat bahwa mereka mempertimbangkan realisasi hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri, termasuk haknya atas negara yang merdeka dan berdaulat, hidup berdampingan secara damai dengan Negara Israel dalam batas-batas yang aman dan diakui kedua negara, sebagaimana tertuang dalam resolusi Dewan Keamanan dan Majelis Umum, akan berkontribusi terhadap stabilitas regional dan keamanan semua negara di Timur Tengah.

Rekomendasi