ERA.id - Pemenang Nobel Muhammad Yunus resmi dilantik sebagai pemimpin pemerintah transisi Bangladesh. Pelantikan itu dilakukan oleh Presiden Mohammed Shahabuddin.
Presiden Bangladesh Mohammed Shahabuddin mengambil sumpah Yunus dan 16 orang anggota timnya di kantor presiden di ibu kota Dhaka. Yunus akan memimpin pemerintahan transisi Bangladesh yang secara resmi disebuh penasihat utama.
Pelantikan itu juga mencakup dua individu dari kelompok mahasiswa yang memimpin protes yang memaksa Hasina mengundurkan diri dan melarikan diri ke India pada Senin (5/8).
Sementara 16 penasihat tersebut adalah mantan gubernur bank sentral Bangladesh, Saleh Uddin Ahmed; Brigadir Jenderal (purnawirawan) M Sakhawat Hossain, pengajar di Universitas Dhaka, Asif Nazrul; pembela hak asasi manusia, Adilur Rahman Khan; pengacara dan pegiat lingkungan, Syeda Rezwana Hasan.
Kemudian, Hasan Arif, Touhid Hossain, Supradeep Chakma, Dr. Bidhan Ranjan Roy, pemimpin Partai Islami Andolan, AFM Khalid Hasan; wali amanah Grameen Telecom, Nurjahan Begum; Sharmeen Murshid, Farooqui Azam, aktivis hak-hak perempuan, Farida Akhtar; serta dua koordinator gerakan mahasiswa Md Nahid Islam dan Asif Mahmud Shojib Bhuiyan.
Kepala Angkatan Darat Jenderal Waker-uz-Zaman mengumumkan pembentukan pemerintahan transisi setelah PM Sheikh Hasina melarikan diri. Yunus sedang berada di Prancis ketika pengumuman pemerintahan transisi itu dibuat. Ia kembali ke Bangladesh pada Kamis.
"Bangladesh telah memulai hari kemenangan yang baru. Kita harus melangkah maju. Kami berterima kasih kepada mereka yang melakukannya, mereka (mahasiswa) menyelamatkan negara," kata Yunus setelah mendarat di Dhaka.
Bangladesh telah menyaksikan protes mahasiswa besar-besaran sejak bulan Juli dengan menentang kuota pekerjaan di layanan sipil yang kontroversial, yang menyebabkan lebih dari 400 orang tewas.
Bentrokan itu membuat Shahabuddin membubarkan parlemen pada Selasa (6/8), yang dipilih pada bulan Januari ketika Hasina menjadi perdana menteri untuk keempat kalinya.
Partai oposisi utama Bangladesh Nationalist Party (BNP) telah menuntut penyelenggaraan pemilu nasional dalam waktu tiga bulan ke depan untuk menyerahkan kekuasaan kepada perwakilan rakyat.