ERA.id - Seorang hakim Pennsylvania menolak untuk menghentikan hadiah senilai 1 juta USD (Rp15 miliar) dari miliarder Elon Musk. Hadiah itu tetap diberikan kepada pemilih terdaftar sebagai dukungan untuk Donald Trump.
Pemberian hadiah sebesar Rp15 miliar itu menuai pro kontra dari banyak pihak, termasuk Jaksa wilayah Philadelphia, Larry Krasner. Larry mengajukan gugatan kepada Musk dan komite aksi politik pro-Trump, America PAC, pekan lalu.
Dalam gugatannya, Larry menyebut hadiah itu sebagai skema lotre ilegal dan meminta agar hadiah harian itu ditutup. Tetapi Hakim di Pengadilan Umum Angelo Foglietta menolak untuk melakukan hal tersebut.
Penolakan ini dilakukan setelah menggelar sidang seharian bersama pengacara Musk dan jaksa. Sementara CEO Tesla itu tidak hadir di persidangan.
Elon Musk diketahui sesumbar janji bulan lalu untuk memberikan hadiah senilai Rp15 miliar setiap hari hingga Pemilu AS dimulai. Menurut situs web America PAC, 16 orang, termasuk empat orang dari Pennsylvania, telah menerima hadiah itu.
Departemen Kehakiman memperingatkan Musk dan America PAC miliknya bulan lalu bahwa undian tersebut dapat melanggar hukum federal, yang melarang membayar orang untuk mendaftar sebagai pemilih.
Pria 53 tahun itu telah menyumbangkan jutaan dolar, waktu, dan pengaruhnya yang besar untuk mendukung calon presiden dari Partai Republik Donald Trump sejak mendukungnya pada bulan Juli.
Menurut laporan AFP, Musk dilaporkan telah menyumbangkan sedikitnya 118 juta USD (Rp1,8 triliun) kepada komite aksi politiknya, sebuah organisasi yang mengumpulkan dana untuk pemilihan umum.
Ia juga tampil di panggung bersama Trump pada rapat umum kampanye di Pennsylvania dan menyelenggarakan serangkaian balai kota sendiri di negara bagian timur, yang dianggap penting dalam pemilihan umum hari Selasa.
Musk, yang sebelumnya mendukung Barack Obama tetapi telah menjadi semakin konservatif dalam beberapa tahun terakhir, membumbui 202 juta pengikutnya di X setiap hari dengan pesan-pesan yang mendukung Trump dan merendahkan lawannya, Wakil Presiden Kamala Harris.