Anne Soupa Calon Uskup Perempuan Pertama di Dunia

| 31 Aug 2020 13:00
Anne Soupa Calon Uskup Perempuan Pertama di Dunia
Anne Soupa, 74 tahun, adalah teolog dan peneliti di bidang kitab suci. Ia mendaftar menjadi Uskup Agung Lyon, Prancis, setelah Kardinal Philippe Barbarin mengundurkan diri. (La Vie)

ERA.id - Seorang teolog dan akademisi kitab suci bernama Anne Soupa mendaftarkan diri untuk menjadi Uskup Agung Lyon, Prancis. Sudah ada 17.000 orang yang mememberinya dukungan meski hal ini bisa dipastikan akan gagal karena Gereja Katolik hanya memperuntukkan jabatan pelayanan khusus kepada laki-laki.

Anne Soupa, wanita berusia 73 tahun, mengatakan ada kesadaran baru di antara kaum wanita di Gereja Katolik. Ia sendiri mendaftar untuk menjadi Uskup Agung Lyon setelah Kardinal Philippe Barbarin mundur dari jabatan tersebut tahun ini. Pengadilan kasasi menyebut sang Kardinal menutup-nutupi kasus kekerasan seksual di keuskupannya.

Seperti dilansir The Guardian, Senin (31/8/2020) langkah Soupa telah didukung oleh 17.000 orang yang telah menandatangani petisi dukungan. Sementara itu, 7 perempuan Katolik di Prancis terinspirasi olehnya untuk mendaftar di posisi pelayanan gereja yang sebenarnya hanya terbuka bagi kaum laki-laki.

Hingga kini Gereja Katolik yang berpusat di Roma tidak mengijinkan perempuan menjadi pastor atau imam, dan Paus Fransiskus melarang perubahan aturan berusia ratusan tahun ini. Namun, pada April lalu, ia mendirikan komisi untuk meneliti kemungkinan diangkatnya seorang wanita menjadi diakon, yaitu posisi pelayanan satu tingkat di bawah pastor. Bulan ini, ia juga menunjuk enam wanita untuk menangani badan keuangan Vatikan.

Namun, Paus Fransiskus masih belum memuaskan para aktivis dalam menangani "diskriminasi gender" di tubuh gereja. Soupa berkata di Twitter saat merilis kampanyenya, "Mengecualikan setengah bagian dari ras manusia tidak hanya berlawanan dengan pesan Yesus Kristus, namun, juga buruk bagi keberlangsungan gereja yang kini dijalankan dalam lingkungan yang melanggengkan kekerasan."

"Saya mampu menyandang posisi sebagai uskup. Saya pilihan yang masuk akal. Namun, saya sama sekali dilarang maju," lanjut Soupa.

"Apakah uskup itu terbatas pada kaum laki-laki tua, single, dan berpakaian serba hitam?"

Miriam Duignan, anggota organisasi Women's Ordination Worldwide, mengakui bahwa keputusan Soupa memantik dukungan dari banyak orang.

"Cara umat Katolik melihat perempuan berbeda dengan cara Vatikan, dan mereka siap melihat kaum perempuan memenuhi panggilannya untuk melayani sama seperti para kandidat laki-laki."

Sementara itu, Tina Beattie, profesor di bidang ilmu studi Katolik dari Universitas Roehampton di London, berkata bahwa di beberapa tempat, isu pentahbisan kaum perempuan yang urusannya ditentukan di Roma, hanya akan menjadi perbincangan elit gereja saja sehingga hanya akan mengaburkan fokus pembentukan perubahan radikal dari level akar rumput.

Dalam wawancara dengan France24 Soupa, yang telah membentuk aliansi transformasi gereja bernama Toutes Apôtres!, berkata bahwa ia bisa memahami bahwa Paus Fransiskus selama ini terus ditahan oleh arus perlawanan terhadap perubahan di dalam gereja. Namun, ia tak berhenti berharap.

"Paus Fransiskus harus membuktikan omongannya. Gereja tidak akan mampu bertahan tanpa adanya para perempuan. Mereka adalah masa depan gereja," kata Soupa.

 

 

Rekomendasi