ERA.id - Pemerintah transisi Sudan setuju untuk menerapkan demokrasi di pemerintahan dan memisahkan agama dari negara (sekuler). Keputusan ini pun mengakhiri 30 tahun pemerintahan Islam di negara benua Afrika itu.
Seperti dilansir Xinhua, Senin (7/8/2020) Perdana Menteri Sudan, Abdalla Hamdok dan Abdel-Aziz al-Hilu menandatangani deklarasi di ibukota Ethiopia, Addis Ababa, pada hari Kamis (3/9) dengan mengadopsi prinsip tersebut.
"Agar Sudan menjadi negara demokratis di mana hak-hak semua warga negara diabadikan, konstitusi harus didasarkan pada prinsip 'pemisahan agama dan negara,' yang mana hak untuk menentukan nasib sendiri harus dihormati," bunyi dokumen itu.
Kesepakatan itu muncul kurang dari seminggu setelah pemerintah memulai kesepakatan damai dengan pasukan pemberontak di bawah diktator yang digulingkan, Omar al-Bashir.
Dua faksi yang lebih besar di Gerakan Pembebasan Rakyat Sudan-Utara, yang telah memerangi pasukan Sudan di negara-negara perbatasan negara, telah menolak untuk menandatangani perjanjian apa pun yang tidak menjamin sistem sekuler.
Sudan muncul dari isolasi internasional yang dimulai segera setelah Bashir merebut kekuasaan pada tahun 1989 dan menerapkan hukum Islam yang berusaha menjadikan negara itu sebagai pelopor pemerintahan Islam.