Alasan Tajikistan Larang Pemakaian Hijab, Undang-undangnya Telah Disahkan

| 26 Jun 2024 21:30
Alasan Tajikistan Larang Pemakaian Hijab, Undang-undangnya Telah Disahkan
Ilustrasi hijab. (Unsplash-Nada)

ERA.id - Tajikistan telah mengesahkan undang-undang yang melarang penggunaan hijab. Sebenarnya, apa alasan Tajikistan larang pemakaian hijab?

Melansir Euronews.com, pemerintah Tajikistan, yang termasuk negara bekas Uni Soviet di kawasan Asia Tengah, mengesahkan undang-undang yang melarang hijab di negaranya pada akhir pekan.

Undang-undang tesebut sebelumnya sudah disepakati pada Kamis (20/6) pekan lalu oleh majelis tinggi parlemen Tajikistan, atau yang disebut Majlisi Milli.

Pengesahan undang-undang larang hijab itu dipandang mengejutkan. Sebab menurut sensus terakhir pada tahun 2020 lalu, Tajikistan yang memiliki 10 juta jiwa penduduk ini mempunyai sekitar 96 persen penduduk yang beragama Islam.

Undang-udang tersebut berisi larangan terhadap penggunaan "pakaian asing" yang masih digolongkan hijab atau jilbab, atau penutup kepala yang digunakan oleh perempuan Muslim. Sebaliknya, warga Tajikistan dianjurkan untuk menggunakan pakaian nasional negara tersebut.

Hukuman bagi Orang yang Melanggar

Warga yang melanggar undang-undang tersebut akan dikenai hukuman denda dengan nominal yang variatif. Mulai dari denda senilai 7.920 Somoni Tajikistan (Rp12 juta) untuk warga negara biasa, denda 54.000 Somoni (Rp82,6 juta) untuk pejabat pemerintah dan denda 57.600 Somoni (Rp88 juta) yang diterapkan untuk tokoh keagamaan.

Aturan baru pelarangan hijab ini menjadi aturan terbaru dari serangkaian 35 tindakan terkait agama yang ditetapkan oleh pemerintah Tajikistan.

Ilustrasi perempuan Tajikistan. (Pixabay)

Alasan Pemerintah Tajikistan Tetapkan Undang-undang

Dalam penjelasan tersebut, pemerintah Tajikistan menggambarkan langkah yang ditentukannya sebagai tindakan untuk "melindungi nilai-nilai budaya nasional" dan "mencegah takhayul dan ekstremisme".

Undang-undang sejenis sudah disahkan pada awal bulan ini, dan memberikan dampak terhadap sejumlah praktik keagamaan, misalnya tradisi berabad-abad yang populer di Tajikistan sebagai "iydgardak" di mana anak-anak berkunjung ke setiap rumah untuk mengumpulkan uang saku pada Hari Raya Idul Fitri.

Menurut Euronews.com, larangan hijab di Tajikistan dan undang-undang yang berefek pada praktik keagamaan tersebut dipandang sebagai pencerminan garis politik yang diusahakan oleh pemerintahan presiden seumur hidup, Emomali Rahmon, sejak tahun 1997 silam.

Diketahui, bahwa Presiden Rahmon, yang memerintah sejak tahun 1994, sudah mengincar sejak lama apa yang mereka deskripsikan sebagai ekstremisme di Tajikistan.

Setelah perjanjian damai untuk mengakhiri perang sipil selama lima tahun pada tahun 1997 silam tercapai, untuk pertama kalinya Presiden Rahmon mendapatkan cara untuk hidup bersama-sama dengan oposisi, Partai Kebangkitan Islam Tajikistan (TIRP), yang menerima serangkaian konsesi.

Menurut perjanjian yang dimediasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), perwakilan TIRP yang pro-syariat Islam akan dibagi 30 persen pemerintahan, dan TIRP akan diakui sebagai partai politik pertama pasca-Soviet yang didirikan berdasarkan nilai-nilai Islam.

Namun, Presiden Rahmon berhasil mengeluarkan TIRP dari kekuasaan, walaupun seiring berjalannya waktu, partai tersebut menjadi lebih sekuler. Pada tahun 2015, Presiden Rahmon membubarkan TIRP setelah menetapkannya sebagai organisasi teroris usai partai tersebut diduga terlibat dalam usaha kudeta yang gagal.

Upaya kudeta gagal tersebut membuat Jenderal Abdulhakim Nazarzoda, seorang birokrat penting pemerintah Tajikistan tewas.

Penegak Hukum Cukur Paksa Pria Berjenggot Lebat

Dalam situasi tersebut, Presiden Rahmon menetapkan fokus pemerintahannya pada sesuatu yang menurutnya sebagai pengaruh "ekstremis" di tengah masyarakat.

Setelah menerapkan larangan hijab untuk lembaga publik, termasuk universitas dan gedung pemerintahan, pada tahun 2009, rezim Presiden Rahmon menetapkan sejumlah aturan formal dan informal untuk mencegah negara-negara tetangga memberikan pengaruh tapi juga memperkuat kekuasaan.

Meskipun tidak ada aturan hukum terkait memanjangkan jenggot di Tajikistan, sejumlah laporan mengatakan penegak hukum mencukur paksa pria-pria yang memiliki jenggot lebat, yang dianggap sebagai tanda potensial dalam pandangan keagamaan yang ekstremis.

Demikianlah ulasan tentang alasan Tajikistan larang pemakaian hijab, di mana undang-undangnya telah disahkan.

Ikuti artikel-artikel menarik lainnya juga ya. Kalo kamu mau tahu informasi menarik lainnya, jangan ketinggalan pantau terus kabar terupdate dari ERA dan follow semua akun sosial medianya! Bikin Paham, Bikin Nyaman…

Rekomendasi