Norwegia Selidiki Kematian 23 Warga Lansia yang Disuntik Vaksin COVID-19 Pfizer

| 19 Jan 2021 19:45
Norwegia Selidiki Kematian 23 Warga Lansia yang Disuntik Vaksin COVID-19 Pfizer
Ilustrasi: Vaksin Coronavirus Disease (COVID-19). (Foto: Hakan Nural/Unsplash)

ERA.id - Pemerintah Norwegia memperingatkan risiko tinggi vaksinasi COVID-19 bagi orang yang usianya sangat lanjut dan mengalami penyakit parah. Ini menjadi alarm paling drastis dari otoritas kesehatan di sebuah negara Eropa di tengah meluasnya program vaksinasi korona.

Melansir Bloomberg, (15/1/2021), otoritas kesehatan Norwegia menyatakan 23 orang warga setempat meninggal beberapa saat setelah menerima suntikan pertama vaksin COVID-19. Dari kasus-kasus tersebut, 13 jenazah telah diotopsi dan ditemukan kemungkinan mereka meninggal akibat efek samping ringan yang ditimbulkan vaksin. Efek samping vaksin menimbulkan reaksi parah di kalangan lansia yang sedang dalam kondisi rapuh, demikian kata Norwegian Medicines Agency.

"Efek samping yang ringan dari suatu vaksin bisa menimbulkan konsekuensi serius bagi mereka yang kondisinya sangat lemah," kata Norwegian Institute of Public Health.

"Untuk mereka yang harapan hidupnya tinggal sedikit, kegunaan vaksin pun menjadi sangat kecil atau tidak relevan."

Pendapat institusi tersebut tidak berarti bahwa warga yang usianya muda dan badannya sehat harus ikut menghindari vaksinasi. Seperti disampaikan Emer Cooke, kepala European Medicines Agency, temuan di Norwegia lebih menunjukkan perlunya penelusuran yang lebih ketat terhadap vaksin-vaksin COVID-19, khususnya yang menggunakan teknologi baru seperti mRNA.

Saat ini perusahaan vaksin Pfizer-BioNTech tengah membantu regulator kesehatan Norwegia dalam menyelidiki kasus kematian di atas, demikian kata juru bicara Pfizer kepada Bloomberg.

Pfizer memastikan bahwa "jumlah insiden yang saat ini muncul belum berada di taraf mengkhawatirkan, dan sesuai dengan ekspektasi selama ini."

Reaksi alergi terhadap vaksin sejauh ini masih jarang terjadi. Di Amerika Serikat, pemerintah melaporkan 21 kasus reaksi alergi parah di periode 14-23 Desember, yaitu setelah pemerintah memberikan 1,9 juta dosis pertama vaksin Pfizer-BioNTech. Angka tersebut berarti 11,1 kasus per satu juta penyuntikan vaksin, seperti disampaikan oleh Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (CDC) AS.

Vaksin Pfizer telah diujicobakan kepada relawan yang usianya antara 80an hingga 90an tahun, namun, proporsi jumlah mereka jauh lebih kecil dibandingkan dengan relawan yang berusia 50an tahun. Walaupun begitu, sejumlah negara tetap menyuntikkan dosis-dosis pertama vaksin Pfizer ini ke warganya yang berusia lanjut.

Di Prancis, satu pasien yang kondisinya sangat lemah akhirnya meninggal di kediamannya dua jam setelah disuntik vaksin. Namun, pemerintah setempat tidak melihat kasus itu terhubung dengan vaksin yang diberikan, mengingat adanya kondisi medis tertentu yang dialami oleh sang pasien, demikian dilaporkan Bloomberg.

Badan pengawas obat di Prancis pekan lalu melaporkan 4 kasus alergi parah dan dua insiden detak jantung yang tak beraturan setelah sejumlah orang disuntik vaksin Pfizer.

Laporan oleh badan pengawas obat Eropa mengenai vaksin COVID-19 Pfizer-BioNTech kemungkinan baru akan dirilis pada akhir Januari. Sementara itu, perusahaan-perusahaan pembuat vaksin telah diwajibkan untuk mengumpulkan data setiap bulannya.

Otoritas kesehatan Inggris, yang capaian vaksinasi per kapitanya paling tinggi di Eropa, menyatakan akan menilai data keamanan vaksin COVID-19 dan merilis detail reaksi sertaan vaksin "secara teratur", namun, hingga kini mereka belum merilis tanggal pasti pengumuman data tersebut.

Rekomendasi