Negara Kaya Borong Stok Vaksin Korona, Kepala WHO: Di Mana Moralmu?

| 19 Jan 2021 15:05
Negara Kaya Borong Stok Vaksin Korona, Kepala WHO: Di Mana Moralmu?
Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur-Jenderal Badan Kesehatan Dunia (WHO). (Foto: Firstpost)

ERA.id - Dunia berada di tubir "bencana moral" dalam hal distribusi vaksin COVID-19 ketika hanya ada 25 dosis vaksin korona yang diberikan di negara-negara miskin, sementara di negara kaya 39 juta warga telah menerimanya. demikian disampaikan oleh Kepala Badan Kesehatan Dunia.

Ini menjadi peringatan paling telak oleh Tedros Adhanom Ghebreyesus mengenai isu pemborongan stok vaksin COVID-19 oleh 49 negara paling kaya di dunia.

Pekan lalu, Guinea baru memberikan vaksin COVID-19 buatan Rusia ke 25 orang warganya, termasuk kepada sang Presiden. Ini menjadikan negara tersebut satu-satunya negara ekonomi lemah dengan pencapaian distribusi vaksin sangat rendah.

Melansir The Guardian, Selasa (19/1/2021), Tedros dalam pertemuan pejabat WHO pada Senin menyatakan bahwa dunia harus introspeksi melihat baru beberapa orang di negara miskin yang menerima vaksin, sementara kebanyakan orang di negara lain dengan mudah mengakses vaksin tersebut.

"Tak dibenarkan jika warga yang masih muda dan sehat di negara-negara kaya disuntik vaksin lebih dulu dibandingkan para tenaga kesehatan di negara-negara yang lebih miskin," kata dia.

Koalisi pendanaan vaksin global, Covax, menyatakan bersiap membagikan vaksin mulai Februari. Namun, koalisi tersebut saat ini harus berkompetisi dengan sejumlah negara yang ingin didahulukan dalam membeli sebagian besar vaksin yang berjumlah terbatas itu.

Tahun lalu sudah ada 44 persetujuan pengadaan vaksin oleh beberapa negara dan 12 di antaranya telah ditandatangani di bulan Januari, kata Tedros dikutip The Guardian. Sang Direktur-Jenderal WHO menuduh banyak negara "mengakali Covax, membuat harga vaksin melonjak, dan tidak menghormati antrian (pengadaan vaksin)."

"Hal ini bisa memperlambat proses distribusi Covax dan membuatnya tercegat skenario yang selama ini berusaha dihindari, yaitu aksi pemborongan, pasar yang kaos, respons yang tidak terkoordinasi dengan baik, serta pergolakan sosial dan ekonomi di masyarakat," kata dia.

"Dunia saat ini berada di tubir kegagalan moral, dan ongkos yang harus dibayar oleh kegagalan ini adalah nyawa dan kehidupan warga di negara-negara miskin."

Direktur-jenderal WHO itu juga mengkritik perusahaan farmasi yang menyetujui lebih dulu kontrak pembelian vaksin dari negara-negara kaya karena demi bisa mendapatkan profit lebih tinggi.

"Pada akhirnya, perilaku semacam itu hanya akan memperlama pandemi," kata dia, seraya menambahkan bahwa seluruh negara harus menghindari kesalahan yang sama yang menyebabkan pandemi HIV, ketika negara-negara kaya memborong pengobatan selama bertahun-tahun sehingga angka kematian akibat infeksi HIV mencapai 8.000 nyawa per hari.

Identifikasi varian COVID-19 baru bulan lalu membuat banyak negara buru-buru memborong vaksin untuk warganya.

Israel, Bahrain, dan Uni Emirat Arab (UEA) saat ini menjadi negara yang warganya paling banyak tervaksin secara ukuran per kapita. Saat ini, setidaknya satu dari empat warga Israel telah disuntik vaksin Pfizer-BioNTech. Sementara itu lebih dari 6 persen warga Inggris telah menerima vaksin korona. Di AS, lebih dari 4 persen warga telah divaksin.

Global Health Innovation Centre di Duke University memperkirakan bahwa seluruh populasi dunia kemungkinan baru selesai divaksin pada tahun 2023.

Rekomendasi