Referendum Swiss, Mayoritas Warga Setuju soal Larangan Penggunaan Cadar

| 08 Mar 2021 15:52
Referendum Swiss, Mayoritas Warga Setuju soal Larangan Penggunaan Cadar
Seorang wanita Muslim memakai pakaian penutup wajah. (Foto: Twitter)

ERA.id - Jajak pendapat warga Swiss menghasilkan keputusan untuk melarang penggunaan pakaian bernuansa Islam yang menutupi wajah secara hampir menyeluruh, misalnya cadar atau burka.

Dilansir dari Al Jazeera, (7/3/2021), hasil voting secara resmi menunjukkan 51,2 persen peserta jajak pendapat menyetujui pelarangan pakaian penutup wajah itu, atau disebut 'pelarangan burka' oleh pejabat setempat. Mayoritas kanton di Swiss juga mendukung kebijakan tersebut.

Secara angka, sebanyak 1.426.992 warga Swiss menyetujui pelarangan ini, sementara 1.359.621 warga menolaknya.

Ini menempatkan Swiss di kalangan sejumlah negara Eropa yang telah melarang penggunaan pakaian seperti burka, nikab atau cadar di tempat umum. Di tahun 2011, Prancis telah melarang penggunaan cadar di muka umum. Sementara itu Denmark, Austria, Belanda, dan Bulgaria telah memiliki kebijakan nasional maupun parsial yang melarang penggunaan penutup wajah di muka umum.

Sejumlah poster kampanye tentang kebijakan ini menyinggung pesan seperti "Hentikan Islam Radikal!" dan "Hentikan ekstremisme!". Poster tersebut juga menampilkan kartun seorang perempuan memakai cadar hitam, dan poster semacam ini banyak tertempel di sejumlah kota di Swiss, demikian dilaporkan Al Jazeera.

Poster Burka
Poster kampanye referendum undang-undang untuk melarang penggunaan penutup wajah, seperti cadar atau burka, di Swiss. (Foto: Fabrice Coffrini)

Kebijakan ini natinya akan melarang penggunaan penutup wajah di tempat-tempat publik seperti restoran, stadion olah raga, alat transportasi publik, atau di trotoar jalan.

Kebijakan ini membuat sejumlah pengecualian untuk penggunaan di tempat-tempat ibadah dan penggunaan atas alasan kesehatan. Warga juga boleh memakai cadar atau burka saat perayaan Karnaval tradisional. Pemerintah akan membuat peraturan yang lebih detail dalam waktu dua tahun mendatang.

Kelompok-kelompok Muslim sendiri telah menyatakan keberatan mereka dan menyebutkan akan menggugat kebijakan ini secara hukum.

"Keputusan hari ini membuka lama dan makin memperlebar ketidaksetaraan hukum. Ini juga mensinyalir penyudutan terhadap kaum minoritas Muslim," sebut Pusat Konsul Muslim di Swiss, dikutip Al Jazeera.

"Pengaturan tatacara pakaian ke dalam konstitusi bukanlah pembebasan bagi kaum perempuan, namun, sebuah langkah mundur ke masa lalu," sebut Federasi Organisasi Islam di Swiss.

Sejumlah kampanye tandingan mendesak warga untuk "mengatakan tidak pada aturan 'anti-burka' yang absurd, tak berguna, dan bersifat Islamofobia'.

Hubungan antara Swiss dengan Islam sebelumnya sudah renggang ketika pada tahun 2009 pemerintah setempat melarang pembangunan mushala baru. Sementara itu, dua kanton telah melarang penggunaan burka secara lokal.

Penggunaan penutup wajah di kalangan wanita Muslim Swiss sendiri sesuatu yang jarang terjadi. Saat ini pun hanya ada 30 wanita di Swiss yang memakai cadar, demikain diperkirakan oleh Universitas Lucerne, Swiss. Warga Muslim sendiri berjumlah 5 persen dari 8,6 juta warga Swiss, dan mereka datang dari kultur Turki, Bosnia-Herzegovina, dan Kosovo.

Organisasi Amnesty International telah menyatakan ketidaksetujuan atas kebijakan ini. Mereka menyebut pelarangan ini "kebijakan berbahaya yang melanggar hak perempuan, termasuk kebebasan perekspresi dan beragama."

Rekomendasi