ERA.id - Seorang penyidik militer Iran menyebut bahwa dakwaan telah dijatuhkan kepada "10 pejabat yang memiliki peran" dalam insiden penembakan pesawat sipil Ukraina Internasional di Teheran, yang terjadi Januari tahun lalu.
Melansir dari Al Jazeera, (6/4/2021), Gholam Abbas Torki pada Selasa, dalam upacara perkenalan pejabat di Iran, mengatakan bahwa para terdakwa - yang namanya tidak ia sebutkan atau ia siratkan - bakal segera menjalani persidangan, meski ia tidak menyeubtkan kapan persidangan bakal berlangsung.
Torki menyampaikan bahwa pada Januari 2020, sesaat setelah penerbangan PS752 menuju Ukraina jatuh karena dua misil yang ditembakkan oleh Korps Pertahanan Revolusioner Islam (IRGC), kesepuluh kru dikenai sanksi mutasi hingga pemberhentian.
Pada Selasa, Shokrollah Bahrami, kepala organisasi pengadilan militer Iran, juga mengonfirmasi bahwa proses peradilan terhadap kasus pesawat Ukraina telah selesai dari pihak militer. Surat dakwaan juga telah disahkan.
"Bila tidak ada aral melintang, kasus akan dilanjutkan ke pengadilan tahun depan," kata dia, mengacu pada masa tahun baru Iran yang jatuh pada tanggal 21 Maret.
Peristiwa tragis yang menimpa penerbangan PS752 sendiri terjadi enam menit pasca pesawat tersebut lepas landas dari Bandara Internasional Imam Khomeini di Teheran. Seluruh penumpang dan kru pesawat, berjumlah 176 orang, tewas seketika.
Pemerintah Iran mengakui bahwa insiden tersebut adalah akibat dari "kelalaian manusia".
#Ukrainian plane crashes over Tehran Boing #737-8 from #Teheran to #kief pic.twitter.com/FKtzUGSUFI
— Karimzadeh (@Almiran) January 8, 2020
Empat jam sebelumnya, IRGC sempat menembakkan sejumlah misil ke pangkalan militer AS yang ada di Irak sebagai bentuk balasan atas terbunuhnya jenderal Qassem Soleimani oleh karena serangan drone AS.
Laporan teknis Iran terkait jatuhnya pesawat tersebut, yang dirilis bulan lalu, menyebut bahwa sistem pertahanan misil TOR M-1 di dekat bandara belum sempat dikalibrasi ulang usai dipindahkan ke lokasi tersebut. Akibatnya, mesin tersebut mengidentifikasi pesawat sebagai "obyek berbahaya", demikian dilaporkan oleh Al Jazeera.
Ukraina dan Kanada, dua negara yang warganya paling banyak menjadi korban dalam insiden itu mengecam laporan yang dirilis Iran. Ukraina bahkan menyebut laporan tersebut "upaya sinis dalam menutupi alasan yang sebenarnya dari penembakan pesawat kami."
Pemerintah Iran sendiri pada Januari telah memberikan kompensasi sebesar 150 ribu dolar AS kepada setiap keluarga dari 176 korban jiwa insiden tersebut.