ERA.id - Sejumlah wanita keturunan suku Afghan mengunggah foto diri mereka memakai gaun warna-warni, sebagai ungkapan protes atas pewajiban gaun burka yang menjadi ciri khas standar pakaian perempuan di bawah pemerintahan Taliban.
Menggunakan tagar #DoNotTouchMyClothes dan #AfghanistanCulture, yang dimulai oleh sejarawan keturunan Afghan Bahar Jalali di Twitter, para perempuan mengunggah foto mereka memakai gaun motif warna-warni dan riasan meriah.
Seorang wanita keturunan Afghan yang kini tinggal di Swedia, Wazhma Sayle, mengunggah foto dirinya memakai gaun warna hijau terang motif perak di Twitter. Ia menulis caption, "Inilah budaya & pakaian Afghan! Apapun yang tidak tampak seperti ini tidak mewakili perempuan Afghan!"
Afghan Women's Online Campaign Against Taliban Dress Code: 'Do Not Touch My Clothes' https://t.co/OoCTYv5cd6#AfganistanWomen #AfghanWomen #DoNotTouchMyClothes #DoNotRecognizeTaliban #AfghanistanCulture pic.twitter.com/kDnYAvqQMk
— Natasha Fatah (@NatashaFatah) September 13, 2021
Melansir Al Jazeera, Kamis, (16/9/2021), Sayle mengaku mengunggah foto tersebut setelah terkejut akan sebuah foto, di mana tampak beberapa orang berperawakan wanita menggunakan nikab dan gaun kerudung di Universitas Kabul. Orang-orang di foto tersebut disebutkan mengekspresikan dukungan mereka pada pemerintahan Taliban dan aturan-aturan yang diberikan.
Sayle memandang unggahan foto pakaiannya sebagai "perjuangan atas identitas" kaum perempuan Afghan, dikutip dari Al Jazeera.
"Saya tidak ingin dikenali berdasarkan cara Taliban, saya sama sekali tak mau. Pakaian-pakaian ini, kapan saya memakainya, menunjukkan di mana saya berasal," sebut Sayle.
Sejumlah wanita meyakini bahwa aksi dukungan terhadap Taliban di Universitas Kabul tersebut dibuat-buat dan orang-orang yang memakai gaun burka sebenarnya adalah laki-laki.
Kantor berita Reuters menyebut belum bisa mengkonfirmasi kebenaran gambar-gambar aksi unjuk rasa itu, yang telah viral di media sosial dan sejumlah media di Eropa.
Sejumlah wanita yang tinggal di ibu kota Kabul, Afghanistan, mengaku positif dengan kampanye identitas pakaian perempuan Afghan yang dilakukan di luar negeri. Kampanye itu, menurut mereka, membantu menunjukkan bahwa "kami, wanita di Afghanistan, tidak mendukung Taliban", sebut Fatima, wanita usia 22 tahun yang kini tinggal di Kabul, dilansir dari Al Jazeera.
Penggunaan gaun penutup wajah bagi wanita menjadi ciri khas aturan Taliban saat memerintah di Afghanistan dua puluh tahun lalu. Mereka yang melenggar berisiko dipermalukan atau bahkan dipukuli di muka publik oleh polisi agama Taliban.
Meski saat ini Taliban menjanjikan lebih banyak kebebasan bagi wanita, sudah jamak laporan wanita dilarang pergi bekerja.
Universitas di Afghanistan pun kini telah memasang gorden di dalam kelas untuk memisahkan mahasiswa laki-laki dan perempuan.
Sejumlah wanita juga dikabarkan dipukuli karena melakukan aksi unjuk rasa menentang pemerintahan Taliban.