Isyaratkan Tak Aman, Paus Fransiskus: Jangan Kirim Migran Kembali ke LIbya

| 25 Oct 2021 07:15
Isyaratkan Tak Aman, Paus Fransiskus: Jangan Kirim Migran Kembali ke LIbya
Paus Fransiskus (Instagram)

ERA.id - Paus Fransiskus mendesak negara-negara untuk tidak mengirim migran kembali ke negara-negara yang tidak aman seperti Libya.

Di Libya, kata Paus, banyak orang yang menderita dalam kondisi kekerasan dan tidak manusiawi yang mirip dengan kondisi di kamp-kamp konsentrasi.

Seruan Paus pada pemberkatan Minggu itu datang ketika para pemimpin Uni Eropa sedang berjuang mengatasi perbedaan mereka tentang cara menangani imigran.

Masalah imigran itu memperkuat posisi tawar-menawar kelompok-kelompok nasionalis dan populis di seluruh Uni Eropa.

"Kita harus mengakhiri kembalinya migran ke negara-negara yang tidak aman," kata Paus, seraya mengutip "ribuan migran, pengungsi, dan orang-orang lainnya yang membutuhkan perlindungan di Libya".

Prioritas harus diberikan untuk penyelamatan di laut, pendaratan yang tertib, pilihan selain ke penjara, dan jalur reguler ke prosedur imigrasi dan suaka, katanya.

Fransiskus meminta masyarakat internasional "menepati janji mereka" untuk menemukan solusi langgeng untuk mengelola arus migrasi di Libya dan seluruh Mediterania.

"Banyak dari pria, wanita, dan anak-anak ini (di Libya) menjadi sasaran kekerasan yang tidak manusiawi," katanya seperti dikutip dari Antara, Minggu (24/10/2021).

"Betapa banyak mereka yang dipulangkan menderita! Ada kamp-kamp nyata di sana," katanya, menggunakan kata Jerman yang umum di Italia ketika merujuk pada kamp konsentrasi.

"Aku tidak pernah melupakanmu. Aku mendengar tangisanmu," katanya.

Bulan ini, kantor hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menuntut penyelidikan atas apa yang disebutnya kekuatan "tidak perlu dan tidak proporsional" oleh pasukan keamanan Libya untuk menahan migran Afrika, menembak mati beberapa dari mereka yang mencoba melarikan diri.

Fransiskus berbicara sehari setelah sidang terakhir dari peradilan yang dipublikasikan di Sisilia. Di kota itu, mantan menteri dalam negeri Matteo Salvini, pemimpin partai Liga sayap kanan Italia, menghadapi tuduhan penculikan karena menolak membiarkan kapal migran berlabuh di negara itu pada 2019.

Uni Eropa telah memperketat aturan suaka dan perbatasan eksternalnya sejak lebih dari satu juta pengungsi dan migran mencapai Eropa melintasi Mediterania enam tahun lalu.

Uni Eropa menghentikan kesepakatan dengan negara-negara seperti Turki dan Libya bagi orang-orang untuk tinggal di tempat lain di sepanjang rute global.

Rekomendasi