Sengsu: Bisnis Anjing untuk Dimakan di Solo Jateng, Warung Kecil Habiskan 4 Ekor Sehari

| 26 Nov 2021 19:05
Sengsu: Bisnis Anjing untuk Dimakan di Solo Jateng, Warung Kecil Habiskan 4 Ekor Sehari
Sengsu (Amalia Putri/era.id)

ERA.id - Sebuah warung kecil dengan tenda tertutup dari luar dengan tulisan ‘rica guguk’ menjadi petunjuk bagi para pembeli. Warung ini berada di utara Viaduk Gilingan ini meski kecil, tak pernah sepi dari para pengunjungnya.

Warung ini menjajakan makanan khas daging anjing. Pembelinya pun beragam, dari masyarakat biasa yang umumnya kelas bawah hingga pegawai berseragam yang tak jarang menikmati sajian daging yang biasanya disebut daging B1 ini.

Saat masuk ke dalam warung ada dua dua ruang, ruang pertama yakni tempat yang digunakan memasak, dan ruang kedua yakni digunakan sebagai tempat makan untuk para pembeli. Di ruang pertama ini, ada tiga orang yang melayani para pembeli. Saking banyaknya orang yang beli, mereka tidak pernah berhenti memasak.

Daging yang ada di warung, biasanya sudah berbentuk sate yang sudah setengah matang. Saat ada yang memesan, baru penjual membakarkan daging tersebut. Ada sekitar lima tusuk sate yang dibakar untuk tiap porsinya. Setelah dibakar setengah matang, sate ini kemudian dimasak kembali sesuai dengan pesanan dari tiap pelanggan.

”Ada bakar, rica masak dan masak kering,” kata Joko (40), penjual masakan olahan daging anjing di kawasan Gilingan, baru-baru ini.

Bakar yakni sate yang dibakar seperti halnya bumbu untuk sate kambing. Sedangkan rica masak, dibuat seperti halnya masakan bumbu rica biasa yang dimasak dengan kuah. Sementara untuk masak kering, adalah istilah yang digunakan pelanggan untuk memesan menu rica dengan kuah sangat minim.

Dalam sehari, Joko memasak hingga 500 porsi. Dia memulai proses sejak dini hari, dari mulai membeli anjing dalam keadaan masih hidup hingga dipotong menjadi daging yang ditata dalam tusukan sate agar lebih mudah dimasak. Sehari, ia mengaku bisa menghabiskan 4 ekor anjing untuk diolah jadi sate ataupun rica-rica.

”Biasanya dalam sehari butuh empat ekor, karena sudah langganan biasanya penjualnya sudah berhenti di pinggir jalan di depan sini. Saya beli Rp35 ribu per kilogramnya. Kalau anjingnya didatangkan dari Pangandaran,” katanya.

Joko menceritakan untuk mengolah daging ini tidak butuh cara sulit. Secara tekstur daging anjing lebih kesat dibandingkan daging dari hewan lainnya. Untuk bumbu pengolahannya pun sama seperti masakan-masakan lainnya. Hanya biasanya Joko menambahkan buah nanas agar daging lebih empuk.

”Kalau dagingnya nggak amis, paling dikasih nanas saja. Bumbunya seperti masakan biasanya,” ucap Joko.

Untuk seporsi daging anjing yang dimasak dalam bentuk apapun, Joko mematok harga Rp 25 ribu. Dari harga ini pembeli bisa mendapat nasi dan memilih minuman, teh atau jeruk.

”Seporsi itu biasanya sudah dapat nasi dan es teh. Kalau dibawa pulang harganya Rp 20 ribu,” katanya.

Konsumen daging anjing yang dijual Joko pun beragam. Mereka datang dengan berbagai macam alasan, ada yang memang suka dan senang mengkonsumsinya, namun ada pula yang mempercayai khasiat dari daging berkaki empat tersebut.

”Katanya dulu bisa mengobati gatal, tapi ya kita sendiri nggak tau,” ucapnya.

Sementara secara aturan, sejauh ini sudah ada imbauan hingga peringatan dari pemerintah. Dulu ada sosialisasi agar menunjukkan gambar anjing di depan warung. Tapi karena spanduk yang biasa digunakannya rusak, makanya dia hanya menggunakan tenda gelap dan ditulisi ‘Rica Guguk’.

”Kalau dulu kita juga pakai yang gambar anjing di depan, tapi sekarang sudah diganti karena sobek. Spanduk yang ada gambarnya sudah sobek. Lagian kalau di sini sudah banyak yang tahu,” ujarnya.

Joko juga tak memungkiri jika banyak pro dan kontra terkait masakan daging anjing yang dijajakannya. Namun dirinya memilih untuk tetap berjualan. Selain dirinya, ada 50-an pedagang daging anjing lainnya di kota Solo yang tetap berjualan.

”Ya kita cari uang, ya gimana (kalau takut),” katanya.

Rekomendasi