Hukum Memelihara Anjing Dalam Islam, Menurut Rasul dan Para Ulama

| 06 Aug 2024 22:32
Hukum Memelihara Anjing Dalam Islam, Menurut Rasul dan Para Ulama
Ilustrasi anjing (Freepik)

ERA.id - Anjing selama ini menjadi salah satu binatang yang kerap dijauhi oleh umat Islam. Anjing dianggap haram berkaitan dengan cara menyucikan najisnya. Menurut Madzhab Syafi‘i, menyucikan diri akibat berinteraksi dengan anjing disebut lebih sulit karena termasuk najis mughaladzah. 

Lantas bagaimana apabila seorang muslim memelihara anjing? Sama seperti kucing, anjing dikenal sebagai hewan yang banyak dipelihara. Selain karena bentuknya yang dinilai lucu oleh sebagian orang, hewan yang satu ini juga terbilang penurut. 

Mungkin ada sebagian orang Islam yang sebenarnya tertarik untuk memelihara hewan anjing, namun tidak dilakukan karena mengingat adanya najis. Lalu seperti apa hukum memelihara anjing dalam Islam dan hadist yang membahasnya?

Hukum Memelihara Anjing Menurut Rasulullah SAW

Rasulullah SAW menyebutkan bahwa orang muslim yang memiliki peliharaan anjing tanpa sebab tertentu maka dapat dikurangi pahalanya. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadits riwayat Imam Muslim:

وفي رواية لمسلم من اقتنى كلبا ليس بكلب صيد، ولا ماشية ولا أرض، فإنه ينقص من أجره قيراطان كل يوم

“Dalam riwayat Muslim Rasulullah SAW bersabda: ‘Siapa saja yang memelihara anjing bukan anjing pemburu, penjaga ternak, atau penjaga kebun, maka pahalanya akan berkurang sebanyak dua qirath setiap hari.’”

Ilustrasi hukum memelihara anjing dalam Islam (Freepik)

Hukum Memelihara Anjing Menurut Ulama

Ada juga ulama Islam yang menjelaskan mengenai hukum memelihara anjing. Ulama Madzhab Syafi’i memiliki kesimpulan bahwa seorang Muslim diharamkan memelihara anjing jika tidak ada hajat tertentu. 

Imam Nawawi menyampaikan bahwa seorang Muslim hanya diperbolehkan memelihara anjing dengan alasan atau sejumlah keperluan berikut ini:

وأما اقتناء الكلاب فمذهبنا أنه يحرم اقتناء الكلب بغير حاجة ويجوز اقتناؤه للصيد وللزرع وللماشية وهل يجوز لحفظ الدور والدروب ونحوها فيه وجهان أحدهما لا يجوز لظواهر الأحاديث فإنها مصرحة بالنهى الا لزرع أو صيد أو ماشية وأصحها يجوز قياسا على الثلاثة عملا بالعلة المفهومة من الاحاديث وهى الحاجة

“Adapun memelihara anjing tanpa hajat tertentu dalam madzhab kami adalah haram. Sedangkan memeliharanya untuk berburu, menjaga tanaman, atau menjaga ternak, boleh. Sementara ulama kami berbeda pendapat perihal memelihara anjing untuk jaga rumah, gerbang, atau lainnya. Pendapat pertama menyatakan tidak boleh dengan pertimbangan tekstual hadits. Hadits itu menyatakan larangan itu secara lugas kecuali untuk jaga tanaman, perburuan, dan jaga ternak. Pendapat kedua (ini lebih shahih) membolehkan dengan memakai qiyas atas tiga hajat tadi berdasarkan illat yang dipahami dari hadits tersebut, yaitu hajat tertentu,” (Imam An-Nawawi, Shahih Muslim bi Syarhi an-Nawawi, [Beirut, Mu’assasatul Qurtubah: 1994 M/1414 H], cetakan VIII, juz X, halaman 340).

Namun ada juga pendapat berbeda dari ulama yang menyatakan bahwa boleh memelihara anjing bagi seorang Muslim. Imam Malik menyebut bahwa seorang Muslim boleh memelihara anjing yang digunakan untuk beragam keperluan. 

Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Ibnu Abdil Barr, seorang ulama mazhab Maliki, dengan penjelasan berikut ini:

وأجاز مالك اقتناء الكلاب للزرع والصيد والماشية وكان بن عمر لا يجيز اتخاذ الكلب إلا للصيد والماشية خاصة ووقف عندما سمع ولم يبلغه ما روى أبو هريرة وسفيان بن أبي زهير وبن مغفل وغيرهم في ذلك

“Imam Malik membolehkan pemeliharaan anjing untuk jaga tanaman, perburuan, dan jaga hewan ternak. Sahabat Ibnu Umar tidak membolehkan pemeliharaan anjing kecuali untuk berburu dan menjaga hewan ternak. Ia berhenti ketika mendengar dan hadits riwayat Abu Hurairah, Sufyan bin Abu Zuhair, Ibnu Mughaffal, dan selain mereka terkait ini tidak sampai kepadanya” (Ibnu Abdil Barr, Al-Istidzkar Al-Jami‘ li Madzahibi Fuqaha’il Amshar, [Halab-Kairo Darul Wagha dan Beirut, Daru Qutaibah: 1993 M/1414 H], cetakan I, juz XXVII, halaman 193).

Ibnu Abdil Barr juga berpendapat bahwa memelihara anjing tidak menjadi tindakan yang haram. Mengenai “larangan” dari Rasulullah, hal itu bersifat makruh. Sementara adanya pengurangan pahala hanya bersifat preventif sebagaimana dalam penjelasan berikut:

وفي هذا الحديث دليل على أن اتخاذ الكلاب ليس بمحرم وإن كان ذلك الاتخاذ لغير الزرع والضرع والصيد لأن قوله من اتخذ كلبا - [ أو اقتنى كلبا ] لا يغني عنه زرعا ولا ضرعا ولا اتخذه للصيد نقص من أجره كل يوم قيراط يدل على الإباحة لا على التحريم لأن المحرمات لا يقال فيها من فعل هذا نقص من عمله أو من أجره كذا بل ينهى عنه لئلا يواقع المطيع شيئا منها. وإنما يدل ذلك اللفظ على الكراهة لا على التحريم والله أعلم

“Pada hadits ini terdapat dalil bahwa memelihara anjing haram sekalipun bukan untuk kepentingan jaga tanaman, ternak perah, dan berburu. Maksud redaksi hadits ‘Siapa saja yang menjadikan anjing’ atau ‘memelihara anjing’ bukan untuk jaga tanaman, jaga ternak perah, atau berburu maka akan berkurang pahalanya sebanyak satu qirath, menunjukkan kebolehan bukan pengharaman. Pasalnya, pengharaman tidak bisa ditarik dari pernyataan, ‘Siapa yang melakukan ini, maka akan berkurang amalnya atau pahalanya sekian.’ Larangan itu dimaksudkan agar Muslim yang taat tidak jatuh di dalamnya. Lafal ini menunjukkan larangan makruh, bukan haram. Wallahu a‘lam,” (Ibnu Abdil Barr, Al-Istidzkar Al-Jami‘..., halaman 193-194).

Lebih lanjut, Ibnu Abdil Barr menyampaikan bahwa prinsipnya adalah pada perlakuan keseharian orang yang memelihara terhadap anjingnya. Jika orang tersebut memiliki perilaku keseharian yang baik, maka Allah akan memberikan pahala. Apabila perilakunya buruk, maka Allah akan membalasnya dengan dosa.

وقد يكون في التقصير في الإحسان إلى الكلب لأنه قانع ناظر إلى يد متخذه ففي الإحسان إليه أجر كما قال صلى الله عليه وسلم في كل ذي كبد رطبة أجر وفي الإساءة إليه بتضييقة وزر

“Terkadang terjadi kelalaian untuk berbuat baik terhadap anjing. Hal ini cukup dilihat dari tangan orang yang memeliharanya. Berbuat baik terhadap anjing bernilai pahala sebagaimana sabda Rasulullah SAW, ‘Pada setiap limpa yang basah terdapat pahala.’ Berbuat jahat dengan kezaliman tertentu terhadap anjing bernilai dosa,” (Ibnu Abdil Barr, Al-Istidzkar Al-Jami‘..., halaman 194).

Demikianlah penjelasan mengenai hukum memelihara anjing dalam Islam. Terdapat berbagai pendapat mengenai hukum menjadikan anjing sebagai hewan peliharaan. Baca juga mengapa daging babi dilarang dalam Islam.

Ikuti artikel-artikel menarik lainnya juga ya. Kalo kamu mau tahu informasi menarik lainnya, jangan ketinggalan pantau terus kabar terupdate dari ERA dan follow semua akun sosial medianya! Bikin Paham, Bikin Nyaman…

Rekomendasi