ERA.id - Di sekolah, khususnya bagi anak 90an, hampir pasti semua pernah ikut dalam malam renungan yang biasanya diadakan saat perkenalan awal masa sekolah atau sebelum ujian akhir yang menentukan kelulusan.
Apa sih malam renungan itu? Malam renungan adalah malam saat murid yang akan menghadapi ujian, dikumpulkan dalam 1 ruangan khusus sesuai agama masing-masing, lalu melakukan kegiatan refleksi, merenung perbuatan kepada diri sendiri, sekolah, maupun ke orang tua. Mereka diminta untuk menilai diri sendiri, sekaligus untuk memohon doa orang tua serta kepada Tuhan agar ujian dilancarkan.
Tujuan malam renungan sendiri, bisa dibilang untuk mengenang perbuatan baik atau buruk kita kepada orang tua dan guru-guru juga teman sekolah. Kan, kita akan segera lulus.
Nah, dalam malam renungan itulah, agar tujuan sekolah tercapai, maka disisipkan bagian motivasi. Apa itu? Adalah kalimat-kalimat yang membuat kita sedih. Banyak orang mengenal kalimat pamungkas dalam potongan motivasi itu yakni "bayangkan orang tuamu meninggal."
Ingat tidak, saat sudah masuk bagian ocehan “coba bayangkan, pulang sekolah kalian melihat bendera kuning berkibar di depan rumah kalian" bulu kuduk kita mungkin saja merinding dan menanti apa lanjutan dari kalimat guru setelahnya.
Sesudah kalimat itu, masuk bagian yang paling nyesek dan banyak membuat orang menangis. Sayangnya, di antara teman kita, mereka ada yang tertawa karena melihat kita menangis sampai air mata penuh di tangan. "Ternyata orang tua kalian sudah tiada dan kalian belum sempat minta maaf.”
Jika diingat-ingat, setelah acara itu, kita, diakui atau tidak, sempat merenungi kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat, hingga membayangkan bagaimana jadinya jika orang tua kita telah tiada. Apesnya, setelah acara menangis itu, kita bukannya jadi anak yang makin baik-baik, pas sudah ngumpul sama teman tongkrongan, malah kembali badung dan bikin pusing orang tua.
Meski begitu, kita sekarang patut berterima kasih pada metode di sekolah yang sudah melakukan malam renungan. Sebab tanpanya, tak ada yang kita rindukan dari sekolah lagi, kecuali tangisan seperti anak kecil. Benar tidak?