ERA.id - Pangeran Harry mengakui dirinya mengalami trauma setelah kehilangan Ibunya, Putri Diana. Ia bahkan mengaku terkena gangguan panik hingga memakai narkoba.
"Dua puluh delapan hingga 32 tahun adalah waktu mimpi buruk dalam hidup saya, panik setiap kali saya melompat ke dalam mobil dan setiap kali saya melihat kamera," kata Harry, dikutip ET, Jumat (21/5/2012).
Dalam pengakuannya itu, Duke of Sussex itu mengaku akan berkeringat dan seolah suhu tubuhnya lebih tinggi dari suhu yang ada di ruangan. Ia juga meyakini dirinya sendiri bahwa wajahnya akan berubah menjadi merah padam agar orang-orang di sekitarnya bisa tahu perasaannya.
Namun sayang hal itu tidak bekerja dengan baik. Tidak ada seorang pun yang menyadari kepanikan yang dialami Harry. Ia pun merasa malu dengan apa yang menimpanya.
Selama menghadapi kecemasannya itu, Harry pun mengaku menggunakan obat-obatan terlarang. Hal itu terpaksa dia lakukan demi mengurangi rasa panik dan stres yang dideritanya.
"Saya rela minum, saya rela memakai narkoba. Saya rela mencoba dan melakukan hal-hal yang membuat perasaan saya berkurang," ungkapnya.
Bahkan penggunaan zat narkotika itu membuat dirinya menjadi kecanduan. Suami Meghan Markle itu mengaku bisa mengkonsumsi narkoba selama satu minggu penuh.
"Perlahan-lahan saya sadar, oke, saya tidak minum Senin sampai Jumat, tapi saya mungkin akan minum selama seminggu dalam satu hari pada hari Jumat atau Sabtu malam," akunya.
Untungnya proses menyakitkan itu tidak berlangsung lama. Harry segera sadar dengan apa yang dilakukannya. Ia sadar hal yang dilakukan itu cuma untuk menutupi sesuatu bukan untuk menikmatinya.
Pangeran Harry juga mengatakan bahwa ia tidak menyadari sama sekali apa yang sebenarnya dilakukan. Hingga akhirnya ia bertemu dengan Meghan Markle dan mencoba untuk mencari pengobatan demi mengatasi traumanya.
"Saya tahu jika saya tidak melakukan terapi dan memperbaiki diri saya sendiri bahwa saya akan kehilangan wanita yang dapat saya lihat menghabiskan sisa hidup saya bersamanya," tegasnya.
Lalu, kata Harry, saat ia sudah bertemu Meghan dan menghadapi pertengkaran, selama beradu argumen itu ia mengetahui bahwa dirinya kembali ke usia 12 tahun yang penuh dengan trauma.
Menurut Harry, terapisnya bahkan menyebut ia tidak pernah memproses trauam atas kematian ibunya. Sementara itu di satu sisi, Harry mulai menyadari amarahnya kian membesar sejak percintaannya dengan Meghan tumbuh.
"Saya segera menetapkan bahwa jika hubungan ini akan berhasil, saya harus menghadapi masa lalu saya karena ada kemarahan di sana," katanya. "Dan itu bukan kemarahan padanya. Itu hanya kemarahan dan dia mengenalinya. Dia melihatnya," ujarnya.
Lebih lanjut Harry menyebut keputusannya untuk mundur dari anggota senior kerajaan adalah pilihan yang tepat. Ia mengklaim ingin memutus siklus untuk putranya sendiri, Archie.
Baginya bila hal buruk menimpa seorang Ayah dan menjadi menderiata, ia harus melakukan apa saja demi memastikan anak-anaknya dalam keadaan baik dan tidak menjadi negatif.
"Jika Anda menderita, lakukan apa saja untuk memastikan bahwa apa pun pengalaman negatif yang Anda alami, Anda dapat membuatnya tepat untuk anak-anak Anda," tutupnya.