Celaka! Ternyata Kita Betul-betul Kurang Piknik

| 10 Jul 2018 16:01
Celaka! Ternyata Kita Betul-betul Kurang Piknik
Ilustrasi (Abid Farhan Jihandoyo, Mia Kurniawati/era.id)
Jakarta, era.id - Akhirnya, saya menemukan pemaparan ilmiah dari ungkapan bernada judgemental yang paling sotoy yang pernah saya dengar di muka bumi ketika seseorang dengan mudahnya menyebut orang lain "kurang piknik".

Tentu saja, rada menyebalkan, sebab kadang-kadang pemicu ucapan itu dilontarkan seseorang hanya karena melihat orang lain terlalu banyak nyebut "anjing" atau "babi" di sela-sela obrolan.

Nah, apa kabar dengan orang-orang seperti saya yang menjadikan dua kata itu sebagai tali untuk mempererat ikatan pertemanan?! Lho, kenapa saya jadi marah-marah, jangan-jangan betul, saya ini kurang piknik?!

Celaka! Sebab hasil survei skor kesejahteraan 360° yang dilakukan Cigna mengungkap bahwa masyarakat Indonesia betul-betul kurang piknik. Termasuk saya barangkali, yang memang jam kerjanya enam-satu dalam seminggu.

Jadi, ada lima aspek utama yang diangkat sebagai indikator kesejahteraan secara umum, yaitu kesejahteraan fisik, keluarga, sosial, keuangan, dan kerja. Nah, indikator terkait piknik dan rekreasi itu ada di lingkup kesejahteraan sosial.

Dalam survei ini, indikator kesejahteraan sosial menunjukkan penurunan paling signifikan, yakni 8.4 poin. Penurunan tersebut diketahui disebabkan oleh kurangnya waktu untuk rekreasi dan menghabiskan waktu bersama teman.

Turunnya skor indikator sosial ini menandakan semakin banyak masyarakat Indonesia yang merasa enggak leluasa menghabiskan waktu bersama teman dan melakukan hobinya lantaran tersita oleh rutinitas beqerja bagai quda.

Secara umum, skor kesejahteraan Indonesia mengalami penurunan, dari 62.8 di tahun lalu menjadi 61.0. Meski begitu, kita enggak perlu berkecil hati, sebab penelitian ini mengungkap bahwa secara umum, kesejahteraan masyarakat Indonesia sejajar dengan sejumlah negara Eropa seperti Prancis dan Spanyol, dan bahkan lebih baik dari negara tetangga, Singapura.

Memang, dalam survei ini Cigna enggak hanya melibatkan Indonesia sebagai subjek tunggal penelitian. Ada 23 negara lain yang dilibatkan dalam penelitian ini, termasuk Prancis dan Spanyol, juga Singapura.

Infografis "Pura-pura Bahagia" (era.id)

Indonesia bebas stres

Percaya atau enggak, meski survei ini menyatakan sebagian besar masyarakat Indonesia kurang piknik, nyatanya survei ini juga menunjukkan bahwa kondisi psikologis masyarakat Indonesia sejatinya masih lebih baik dibanding negara-negara lain yang dilibatkan dalam survei. 

Di balik wajah-wajah lapar yang menatap kaca mobil kita kala berpapasan di lampu merah, di balik anak-anak yang menggantungkan nyawa mereka pada seutas tali tiap kali terpaksa menyeberangi sungai deras untuk pergi sekolah, nyatanya survei ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia termasuk golongan yang lumayan bebas dari stres.

Iya, sebuah fakta yang keren banget. Artinya, meski bangsa ini masih memiliki banyak banget masalah, masyarakat Indonesia barangkali masih memiliki mental yang cukup kuat untuk enggak terjebak dalam kegilaan. Menurut survei ini, tingkat stres masyarakat Indonesia berada pada level terendah secara global.

Di negara-negara yang dilibatkan dalam penelitian ini, rata-rata 86 persen masyarakat yang menjadi responden menyebut bahwa mereka merasa stres. Namun, di Indonesia, hanya 75 persen responden yang menyatakan diri mereka tengah dirundung stres.

Cigna sendiri adalah perusahaan penyedia solusi keuangan yang bergerak di bidang asuransi kesehatan. Tujuan mereka melakukan survei ini adalah untuk memberikan gambaran nyata soal kondisi masyarakat dunia dengan berbagai problematika, terutama problematika soal kesehatan. 

“Survei tahunan ini merupakan bagian dari komitmen kami yang terus dilakukan untuk membantu orang-orang yang kami layani meningkatkan kesehatan, kesejahteraan dan rasa aman mereka," ungkap CEO Cigna Indonesia, Herlin Sutanto dalam keterangan persnya.

Seperti yang kita sadari sama-sama, masalah bangsa ini masih banyak banget. Dan fakta bahwa masyarakat Indonesia termasuk golongan orang-orang yang terbebas dari stres enggak boleh jadi alasan para penyelenggara negara leha-leha. Sebab, kondisi masyarakat yang bebas stres ini nyatanya lebih karena masyarakat Indonesia termasuk orang-orang yang positif dan 'nerimo'.

Terbukti, kok. Survei ini menyebut masyarakat Indonesia di berbagai golongan termasuk orang-orang yang percaya bahwa persiapan finansial yang mereka miliki akan cukup untuk memenuhi kebutuhan finansial di masa depan. Atau dengan kata lain: masyarakat kita ini kurang berhitung, makanya woles-woles bae.

Masyarakat Indonesia juga cenderung menaruh kepercayaan tinggi terhadap pendapatan keluarga mengenai perencanaan keuangan. Selain itu, masyarakat Indonesia nyatanya memang warga negara yang baik dan cenderug enggak berdaya, sebab kebanyakan dari masyarakat Indonesia masih bergantung penuh pada layanan kesehatan dari pemerintah. Masuk akal juga sih kalau mengingat tingginya biaya layanan kesehatan swasta.

Ya, semoga saja survei ini bisa jadi rujukan penting buat seluruh otoritas untuk memperbaiki sistem pembangun kesejahteraan yang makin terukur dan tepat buat masyarakat, sebagaimana yang dikatakan Sutanto, "dengan memahami persepsi mereka secara keseluruhan mengenai kesejahteraan, kami dapat mengembangkan perlindungan yang lebih baik untuk membantu perencanaan kebutuhan kesehatan dan keuangan masyarakat Indonesia."

Tags : wisata
Rekomendasi