Kebudayaan ini muncul saat terjadi perang Vietnam pada 1959. Anak-anak muda berusia di bawah 30 tahun yang hidup di era ini menentang perang yang berkecambuk dan memperjuangkan hak-hak sipil dengan cara menciptakan gerakan counter-culture yang menekankan pada youth culture. Strategi kebudayaan yang menekankan pada youth culture ini dipilih karena kaum remaja adalah kaum yang masih mencari jati diri, radikal, penuh pemberontakan, antikemapanan, dan mudah dipengaruhi. Mereka tidak mempercayai generasi tua dengan berseru, “Jangan percaya dengan orang yang berumur di atas 30 tahun!”
Isu diskriminasi rasial, ketidakadilan sosial, perang dingin dan ancaman perang nuklir, serta tekanan politik dan ekonomi atas kehidupan dan kerja yang konvensional juga manjadi pemicu lain dari munculnya generasi ini. Karena itu, mereka mencoba tidak terkekang oleh moralitas dan etika generasi sebelumnya. Mereka melakukan seks bebas untuk meraih kebebasan dan mengeksplorasi alam bawah sadar dengan ganja dan LSD.
Generasi ini juga sering diasosiasikan sebagai kaum hippies. Malcolm-X pernah menyebut dalam biografinya, kata ‘hippy’ merujuk kepada orang kulit putih yang bertingkah seperti orang kulit hitam Amerika, bahkan melebihi tingkah polah warga kulit hitam itu sendiri. Intinya, kaum hippy adalah kaum yang berusaha keluar dari kehidupan formal masyarakat di sekitarnya.
Puncak era 'Generasi Bunga'
Periode 'Generasi Bunga' ini bisa juga disebut periode puncak kejayaan musik rock. Perpaduan antara lirik yang bombastis dan cenderung 'absurd' plus musikalitas yang tidak biasa menjadi pemikat utama. Sebut saja lirik lagu Purple Haze milik Jimi Hendrix dan Stairway to Heaven dari Led Zeppelin yang mengandung unsur magis dan memiliki pesan tersembunyi. Lebih tepatnya, pada era ini musik dimainkan dengan hati. Meskipun ungkapan ini masih menimbulkan pro dan kontra dari kalangan pemerhati musik di kemudian hari.
Musisi generasi ini memiliki kreativitas yang luar biasa. Ada The Beatles yang manis tapi tetap dengan semangat rock n roll-nya, sang dewa gitar Jimi Hendrix yang akrobatik saat tampil live, The Doors yang mencekam dengan bumbu psychedelic, Pink Floyd dan YES yang tampil megah dengan musik progresif, hingga ratu musik rock Janis Joplin yang mampu menghipnotis para pemujanya.
Puncak musik rock era 'Generasi Bunga' terjadi pada 1969. Tepatnya, 15-18 Agustus. Sebuah lahan pertanian seluas 240 hektar milik Max Yasgur yang terletak di Bethel, New York menjadi saksi bisu pagelaran musik Woodstock. Pagelaran musik yang masuk dalam 50 Moments That Changed the History of Rock and Roll versi majalah Rolling Stone.
Bermodalkan semangat dan rasa cinta yang besar pada rock and roll, banyak musisi yang belakangan menjadi besar tampil di sana, salah satunya adalah Joan Baez. Ia rela tampil di hadapan lebih dari 500.000 'hippies’ yang hadir menyaksikan acara ini meski sedang hamil enam bulan! Nama-nama lain yang tampil di Woodstock yang legendaris itu di antaranya adalah Santana, The Grateful Dead, CCR, The Who, Johnny dan Edgar Winter, Janis Joplin, dan tentu saja sang dewa gitar Jimi Hendrix.
Rockstar produk 'Generasi Bunga' adalah bintang yang dipuja oleh generasi musisi yang datang belakangan. Para pemuja ini mengikuti gaya hidup pujaannya: sex, drugs & rock and roll. Meski begitu, selalu saja ada orang yang melawan arus. Dia adalah Frank Zappa. Baginya, tidak ada lagi ideologi di dalam 'Generasi Bunga'. Generasi ini telah menjadi gerakan sampah belaka, sekadar menjadi pembenaran seks bebas, pemakaian obat bius, dan sudah kehilangan semangat perubahan.
Pernyataan yang tentunya diamini oleh para orang tua yang khawatir bila punya anak bercita-cita menjadi rocker yang akhirnya menjadi pecandu alkohol, memacari groupies atau bahkan mati overdosis. Para orang tua mungkin akan memilih untuk mati lebih dulu daripada melihat anaknya menjadi rocker.
Akhir sebuah era kejujuran
Tahun 1975, perang Vietnam berakhir. Berakhirnya perang itu juga menjadi tanda akhir masa 'Generasi Bunga'. Masa hura-hura selesai dan saatnya kembali ke dunia nyata. Namun tanpa disadari sebuah revolusi dalam bermusik pun terjadi. Banyak musisi yang membohongi diri sendiri dengan memainkan musik yang benar-benar sudah jauh berbeda.
Bahkan kini, remaja era 2000-an ikut-ikutan memakai baju warna-warni ala 'Generasi Bunga'. Tapi sayang, mereka tidak mengerti maknanya. Banyak pula yang memilih bermain musik dengan tangisan dan rengekan, tanpa semangat 'Generasi Bunga' merasuk ke dalam jiwa mereka. Pelacuran idealisme pun dihalalkan, dan semua dilakukan demi uang semata.
Tapi, masih ada waktu kok buat 'bertobat'.
Baca Juga : Area Abu-abu Plagiarisme di Dunia Musik