Dilema Kepala-kepala di Balik FTV Azab
Dilema Kepala-kepala di Balik FTV Azab

Dilema Kepala-kepala di Balik FTV Azab

By Yudhistira Dwi Putra | 21 Oct 2018 17:53
Jakarta, era.id - Cerita yang payah hasil produksi tiga hari penulisan, pendalaman karakter yang hampir enggak ada, sampai proses syuting yang seadanya adalah gambaran yang kami dapat ketika mengintip proses syuting FTV bertema azab-azaban beberapa waktu lalu. Namun, jangan juga menghakimi kualitas pemain dan sutradara hanya dari garapan FTV bertema azab ini, sebab sejatinya mereka memiliki idealisme yang cukup menarik soal bagaimana tayangan yang baik menurut mereka.

Larasati Kusnandar, misalnya. Aktris pendatang baru yang berperan sebagai Fitri, pemeran utama dalam judul FTV Azab Tengkulak Kelapa Mati Tertimpa Ribuan Kelapa yang kami intip proses syutingnya mengungkapkan, sebagai aktris, ia sejatinya punya idealisme soal peran apa yang ingin ia mainkan, cerita macam apa yang ingin ia lakoni dan tayangan apa yang menurutnya baik. Tapi, buat Laras, profesionalisme tetap nomor satu.

"Kalau misalnya mau egois, ya pasti semua pemeran, semua aktris, aktor, itu pasti punya keinginan untuk memerankan peran yang seperti apa. Tapi, balik lagi, sebagai pemeran yang baik, kita kan harus bisa menerima peran apapun yang diberikan buat kita," tutur Laras.

Untuk menjaga idealismenya tetap hidup, Laras memilih menggarap tayangan sendiri. Tayangan itu, kata Laras mengangkat sejumlah isu sosial, bagaimana membangkitkan rasa ingin membantu orang-orang yang kesulitan, bagaimana berbagi kehidupan dengan sesama, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan kehidupan sosial. Dan tentu saja, Laras melempar konten-konten tersebut ke YouTube channel yang dikelola secara mandiri oleh timnya.

"Sebenarnya aku juga punya acara sendiri. Aku senangnya mengangkat tentang sosial. Jadi membantu orang-orang susah. Aku punya reality show, jadi yang aku garap sendiri, tayang di YouTube channel sendiri, itu bagaimana aku mengangkat tentang sosial, bagaimana membantu orang-orang susah. Jadi itu yang aku senang sebenarnya."

Bagi Laras, penting membagi kepala untuk profesionalisme dan idealisme. Termasuk ketika ada orang yang mencibir tayangan-tayangan bertema azab yang ia bintangi. "Aku yakin kok, walaupun banyak yang tertawa, pesan moralnya pasti ada yang sampai kok. Kalau masalah dicibir, namanya kita aktris, kita salah sedikit, kita dicibir. Malah serunya di situ. Dengar komentar orang."

Soal cibiran ini, Abio Abie, aktor senior yang turut terlibat dalam produksi judul Azab Tengkulak Kelapa Mati Tertimpa Ribuan Kelapa juga menyampaikan pandangannya. Menurut Abio Abie, cibiran berbentuk parodi dan meme yang kerap mempleseti judul-judul dari FTV bertema azab enggak lebih dari bentuk perhatian dan kreativitas publik media sosial. Dan baginya, hal itu baik.

"Itu bagus-bagus saja. Sah-sah saja. Itu kan menurut saya kreativitas dari mereka. Bagus, sih. Kebebasan seperti sekarang kan bebas berkreasi seperti apa, selama kita tidak merugikan orang lain. Jadi, boleh-boleh saja," tutur aktor yang telah terlibat dalam garapan FTV bertema azab sejak tahun 2000-an ini.

Seperti Laras, Abio Abie juga menyampaikan idealismenya soal tayangan apa yang baik menurutnya. Dan sebagai aktor yang telah berperan dalam puluhan judul FTV bertema azab ini, Abio Abie menitipkan pesan agar FTV bertema azab ke depan dibuat lebih dekat dengan ajaran-ajaran agama. Sebab, memang enggak bisa dibantah, bahwa plot dalam FTV-FTV bertema azab ini kerap dibuat dengan menumpang pada ajaran agama Islam.

"Religi ini dibuat harus lebih sejalan dengan agama. Jadi, tidak menyimpang. Harapan saya seperti itu. Sudah cukup bagus, walaupun kadang-kadang masih ada yang jauh menyimpang."

Proses syuting "Azab Tengkulak Kelapa Mati Tertimpa Ribuan Kelapa" (FOTO: Yudhistira/era.id)

Mata sang sutradara

Buruknya sistem produksi semacam ini sejatinya disadari oleh sutradara FTV Azab Tengkulak Kelapa Mati Tertimpa Ribuan Kelapa, Jogi Dayal. Menurut Jogi, enggak ada kemajuan dalam proses produksi tayangan bertema azab-azaban ini, kecuali teknologi penunjang produksi. Namun, secara keseluruhan, proses produksi FTV bertema azab enggak pernah berubah. Soal perencanaan, proses eksekusi cerita, hingga pengembangan pemain, semua jalan di tempat.

"Kalau dari unsur produksi, kita enggak ada kemajuan. Ada kemajuan, mungkin alat-alatnya lebih canggih. Tapi, cara produksi tetap begitu, seperti sepuluh tahun lalu. Cara planning, eksekusi, sama perkembangan pemain. Pemain juga kadang-kadang, kita dapat pemain yang belum pernah sekolah akting, atau belum pernah teater. Jadi, harus diarahkan terus mereka. Secara produksi, planning, sama bikin schedule, ya menjalani syuting itu masih sama," tutur Jogi.

Hari ini, ketika tema azab kembali diminati masyarakat dan berhasil memancing angka share serta rating yang tinggi, seluruh proses produksi ikut memburuk. Jogi mengaku harus menggeber proses produksi dalam waktu tiga hari. Walaupun begitu, Jogi menolak jika dibilang membuat karya sembarangan. Untuk mengakalinya, Jogi harus memperpanjang proses syuting.

"Sama dengan yang lain. Namun, memang kita harus kerja lebih keras lagi karena adegan-adegan kan susah-susah juga, terus bikin trik-trik itu juga susah. Ya, memang itu kita kerja keras syuting sampai pagi, sampai malam ... Dalam tiga hari kita harus selesai dalam tiga hari."

Saat kami pertegas dengan pertanyaan soal anggapan banyak orang bahwa FTV bertema azab garapannya adalah produk kejar tayang yang enggak akan memikirkan hal apapun kecuali keuntungan, Jogi menjawab dengan cukup diplomatis. Dia bilang, ada kok yang dia dan timnya pikirkan, yaitu bagaimana agar penonton tetap betah menonton tayangannya. Caranya, kata Jogi adalah memperbesar unsur drama yang mampu mengikat emosi penonton.

"Tugas kita kan bikin adegan yang mendekati nyata. Kalau terlalu fiktif sebenarnya mereka enggak bakal percaya. Jadi, unsur emosi, kesedihan, bagaimana kehilangan orang terdekat. Jadi, kita memang main drama. Kalau Azab itu mungkin 80 persen ke drama. Jadi, drama kita kasih lihat penonton, itu yang antagonisnya kenapa dia enggak benar, apa dia punya salah. Dan itu ya memang paling disukai (penonton) sebenarnya."

Jogi Dayal (FOTO: Iqbal/era.id)

Meski begitu, Jogi menegaskan, dia selalu memegang teguh segala etika dan peraturan penyiaran. Makanya, sejak bergabung dalam garapan FTV bertema azab di tahun 2000-an, Jogi mengaku enggak pernah mendapatkan teguran dari otoritas terkait. Saya junjung pakem yang ditetapkan ya. Misalnya, mayatnya tidak boleh dilempar-lempar, atau binatang tidak boleh sentuh mayatnya, tidak boleh menghinakan mayatnya, martabatnya tetap dijaga."

Lagipula, Jogi sejatinya bukan sutradara yang kacangan-kacangan amat. Bagaimana mungkin menyebut sutradara yang telah eksis selama puluhan tahun sebagai seniman kacangan. Kepada kami, Jogi menyampaikan pandangan menarik soal idealismenya, terkait tayangan apa yang menurutnya baik. Sebagai sutradara, proses produksi yang matang adalah kunci dari sebuah tayangan yang baik.

Menggodok jalan cerita, menjaring pemain lewat casting panjang, hingga eksekusi yang ciamik tentu jadi hal yang menurutnya ideal. Dan Jogi bukannya enggak pernah memuaskan dahaga akan hal tersebut. Drama seri berjudul Selma dan Ular Siluman adalah karya yang paling ia cintai. Iya, dicintai karena segala proses penggarapan dilakukan dengan begitu serius. 

"Dulu saya pernah bikin sama Soraya, itu Salma dan Ular Siluman. Itu benar-benar, secara eksekusi, produksi, skenario, itu sudah kuat sekali. Saya puas kalau bikin yang seperti itu. Karena pemainnya juga semua selebriti, sama Almarhumah Suzzanna, Cliff Sangra, Ferdi Perdana. Banyak, pemain top-top. Itu paling bagus, paling puas bikin itu," kata Jogi.

Dan soal pesan moral yang kerap enggak tersampaikan dengan baik, Jogi menyebut itu sebagai hal yang berada di luar kuasanya. Yang jelas, ia dan tim selalu berusaha maksimal menyajikan tontonan yang berkualitas dan bermuatan positif kepada penontonnya.

"Penonton enggak takut maksudnya sekarang? Kan sebagai sutradara saya harus dapat cerita, saya harus bikin itu paling bagus, maksimal, dan hasilnya maksimal. Itu tugas saya. Saya enggak bisa menilai kalau ceritanya memengaruhi penonton atau enggak. Itu di luar kendali saya," tutur Jogi.

Tags : azab-azaban
Rekomendasi
Tutup