Megadeth, Raja Thrash Metal Penakluk Dunia
Megadeth, Raja Thrash Metal Penakluk Dunia

Megadeth, Raja Thrash Metal Penakluk Dunia

By Riki Noviana | 27 Oct 2018 07:10
Jakarta, era.id - Megadeth akan menggelar konser di Indonesia dalam gelaran festival musik rock dan metal JogjaROCKarta, hari ini, 27 Oktober 2018 di Stadion Kridosono, Yogyakarta. Ini merupakan kedatangan keempat kali band pecahan Metallica itu ke Indonesia. Setelah sebelumnya ke Medan (2001) dan Jakarta (2007 dan 2017).

Berbicara tentang Megadeth tentu tak bisa dilepas dari sosok Dave Mustaine. Pendiri, gitaris, vokalis, penulis lagu sekaligus konseptor band ini. Mari berkenalan lebih dekat dengan mantan gitaris Metallica yang membentuk Megadeth pada 1983 ini.

Motor Penggerak Megadeth

Setelah hengkang dari Metallica, Dave telah mengeluarkan 15 album studio bareng band andalannya Megadeth. Sebagai pelopor pergerakkan thrash metal Amerika, band ini menjelma menjadi kiblat musik para pecinta metal dunia. Tentunya, di samping Metallica.

Puncaknya, setelah mendapatkan line-up terbaik sepanjang perjalanan kariernya, bersama David Ellefson (bass), Marty Friedman (gitar), dan Nick Menza (drum) band ini merilis album Rust in Peace pada 1989. Tapi kesuksesan baru mereka raih di album berikutnya, Countdown to Extinction tiga tahun kemudian.  Album yang berhasil meraih rentetan platinum termasuk nominasi Grammy Awards.

Dave sempat membubarkan Megadeth pada 2002 ketika gitaris berjari super cepat itu mengalami cedera di tangan kirinya. Tapi setelah menjalani terapi, Dave kembali membentuk Megadeth pada 2004 dengan para additional player dan merilis album The System Has Failed.

Berselang tiga tahun, Megadeth merilis United Abominations dengan formasi yang benar-benar baru. James Lomenzo (bass), Shawn  Drover (drum) dan Glen Drover (gitar) direkrut Dave. Formasi yang membawa mereka manggung di Tanah Air pada Oktober 2007.

Dave dikenal dengan gaya vokal ‘menggeramnya’ yang alami, kedahsyatan jemarinya menjelajahi dawai gitar, dan keandalannya menulis lirik-lirik bertema politik, perang, kecanduan, dan ikatan persaudaraan seperti dalam lagu Family Tree, I’ll Be There, dan Never Walk Alone.

Selama 35 tahun malang melintang di kancah musik heavy metal, belasan kali sudah Megadeth mengalami bongkar pasang anggota band, dengan hanya Dave sebagai personel asli sekaligus motor penggerak dan penulis utama lirik. 

'Perceraiannya' dengan bassis David Ellefson sempat mengejutkan banyak pihak. Maklum, Ellefson ibarat soulmate bagi Dave. Dia lah yang selalu mendampingi Dave sejak pertama Megadeth berdiri hingga band ini dibubarkan pada 2002.

Metallica, Benci dan Rindu Dave

Dave dipecat dari Metallica karena kecanduan alkohol dan obat-obatan. Frontman James Hetfield yang enggak mau bandnya hancur karena Dave, harus mengambil keputusan terbaik saat itu.

Dave sendiri menyangkal tuduhan James atas dirinya. Dan malah menuduh balik kalau James menendang anjing kesayangannya saat James mabuk berat. Itulah yang membuat dia cabut dari Metallica. Soal mana yang benar, cuma mereka berdua yang tahu.

Pastinya, setelah pemecatan itu Dave berujar dengan penuh dendam. “Setelah dipecat dari Metallica, yang saya ingat adalah saya menginginkan darah mereka. Saya ingin lebih cepat dan lebih hebat dari mereka,” kata Dave.

Terbukti! Megadeth, band yang kemudian dibentuknya memiliki intensitas tinggi dalam kecepatan musiknya. Mechanix, lagu yang sebelumnya dibawakan Metallica dengan judul yang berbeda, The Four Horsemen dibuat super cepat dan penuh emosi.

Dave yang semula mencari vokalis utama untuk Megadeth akhirnya memutuskan mengambil tugas vokal sendiri sambil bermain gitar. Mungkin, supaya lebih lepas kala mengungkapkan emosi.

Meski seperti sudah ditakdirkan membenci Metallica, tapi Dave sempat berucap kalau ia amat bangga pernah gabung Metallica. Beberapa kali, Dave bahkan tampil sepanggung dengan Metallica saat menggelar tur bersama Big Four.

“James adalah pembuat lirik utama. Lars adalah drummer yang hebat. Bareng saya di posisi lead gitar, Metallica adalah salah satu band metal yang bakal dikenang terus dalam sejarah rock dunia,” ucapnya.

Bukan itu saja, di album So Far, So Good…So What!, Dave menulis lagu In My Darkest Hour untuk sahabatnya di Metallica, Cliff Burton, bassis yang tewas dalam kecelakaan bus saat tur bersama Metallica pada 1986.

Dave mengaku sangat terpukul dan kehilangan atas meninggalnya Cliff. Bukan tanpa alasan, Dave lah yang punya andil besar dalam keputusan Metallica merekrut Cliff.

Lagu yang menjadi favorit para pecinta metal itu selalu dibawakan di hampir setiap konser Megadeth sejak saat itu. Tak bisa dipungkiri, biar ini lagu enggak kencang-kencang banget, tapi konsep musiknya yang rada-rada mencekam membuat kepala kita tetap bisa ber-headbanging.

Sebagai salah satu 'Big Four' band thrash metal bersama Metallica, Anthrax, dan Slayer, Dave telah membentuk Megadeth menjadi band metal yang cukup komersil. Ini terbukti dari terjualnya jutaan kopi album Megadeth di seluruh dunia.

Megadeth menjadi nominasi Grammy Awards sejak 1991 hingga 2013. Total, mereka 11 kali jadi nominasi Grammy tanpa sekalipun menang.

Untuk pertama kalinya sejak merilis album debut pada 1985, Megadeth menyabet Grammy Awards di kategori Best Metal Performance lewat lagu Dystopia pada 2017. Dystopia menyingkirkan empat lagu lain, yaitu Shock Me dari Baroness, Silvera dari Gojira, Rotting in Vain dari Korn, dan The Price is Wrong dari Periphery.

Single Dystopia terdapat dalam album dengan judul sama yang dirilis Megadeth pada Januari 2016.

Seperti judul lagu lain dalam album tersebut, moto Dave jelas sekali: Conquer or Die (Taklukkan atau Mati). Ya, sang mastermind telah berhasil menaklukkan Grammy Awards yang sebelumnya seperti mustahil (bahkan) hanya untuk sekadar disentuh.

Album studio ke-15 Megadeth itu pulalah yang membawa Dave dkk menjejakkan kakinya di JogjaROCKarta dan siap mengguncang para metalhead (para pemuja musik metal) 'Kota Gudeg'. 

Baca Juga : Bekal Sebelum Nonton Konser Tiga Band Akbar

Tags : album musik
Rekomendasi
Tutup